Minggu, 11 Januari 2009

Kisah Nabi Sulaiman serta Malaikat Harut dan Marut (TAFSIR SURAT AL-BAQARAH AYAT 102-103[1]

Banyak sekali penafsiran dari para ahli tafsir yang menjelaskan tentang ayat ini, dan semua kisah itu adalah satu makna dan tidak saling bertentangan satu sama lainnya. Di sini kami kutipkan penafsiran dari As-sudi, beliau berkata tentang firman Allah pada surat Al-Baqarah ayat 102, "yaitu hal itu terjadi pada masa Nabi Sulaiman, pada waktu itu setan masih menduduki salah satu tempat di langit, maka mereka bisa mendengar ucapan dari para malaikat tentang hal-hal yang ghaib yang ada akan terjadi di bumi seperti tentang kematian seseorang, atau perkara ghaib yang lainnya. Kemudian ia mendatangi para dukun dan mengabarkan kepada mereka akan hal itu. Ketika para dukun itu telah percaya kepada setan, maka setan memasukkan dari kata-katanya sendiri pada apa yang ia dengar. Setan menambahkan pada setiap kalimat 70 kalimat (dari pikirannya sendiri). Maka manusia pada waktu itu mencatat akan hal itu, dan tersebarlah dikalangan Bani Israil bahwa jin itu mengetahui tentang sesuatu yang ghaib. Oleh karena itu, diutuslah Nabi Sulaiman kepada manusia, maka ia mengumpulkan kitab-kitab yang ditulis (oleh Bani Israil) itu dan memasukkannya kedalam sebuah peti, kemudian ia memendamnya di bawah kursinya. Dan tidak ada satu setan pun yang bisa mendekati kursi itu. Barang siapa yang berusaha untuk mendekatinya maka ia akan terbakar. Dan Nabi Sulaiman berkata: 'tidaklah aku mendengar seseorang yang mengatakan bahwa setan mengetahui mengetahui yang ghaib kecuali aku akan memenggal lehernya'.

Maka ketika Nabi Sulaiman wafat, dan Ulama yang faham akan hal itu juga telah wafat, hadirlah orang-orang yang selain mereka. Kemudian setan menampakkan dirinya dengan wujud seperti manusia, lalu ia mendatangi sekelompok orang dari Bani Israil dan ia berkata kepada mereka: 'maukah kalian aku tunjukkan perbendaharaan yang kalian tidak pernah melihatnya?'. Mereka berkata: 'ya'. Maka ia berkata: 'pergilah kalian di bawah kursi itu'. Maka ia pergi bersama mereka dan menunjukkan tempatnya dan ia berdiri disamping mereka. Mereka berkata: 'itu hanya persangkaanmu saja'. Setan berkata :'tidak, jika kalian tidak menemukannya maka bunuhlah aku'. Maka mereka menggalinya dan mereka menemukan kitab itu'. Maka ketika mereka mengeluarkan kitab itu setan berkata: 'sesungguhnya Sulaiman bisa menundukkan golongan setan, jin dan burung adalah karena sihir ini'. Maka tersebarlah berita itu kepada manusia pada saat itu bahwa Nabi Sulaiman adalah seorang tukang sihir, kemudian bani Israil mengambil kitab itu. Maka ketika Nabi Muhammad diutus, beliau membantah hal itu, dan turunlah ayat 102 dari surat Al-Baqarah, yaitu firman Allah (وما كفر سليمان ولكن الشياطين كفروا )".

Al-Hasan berkata: "yang dimaksud dari firman Allah yang artinya: "dan kalian mengikuti apa yang dibacakan oleh setan atas kerajaan Sulaiman", yaitu sepertiganya adalah syair, sepertiganya adalah sihir dan sepertiganya lagi adalah ilmu perdukunan".

Ibnu Abbas berkata: "yang dimaksud adalah alat musik, permainan dan segala sesuatu yang menghalangi dari mengingat Allah".

Maka makna (secara global) dari firman Allah (وتبعوا ما تتلوا الشياطين على ملك سليمان ) yaitu orang-orang yahudi yang telah didatangkan kepada mereka kitab, mereka mengikuti apa yang yang dibacakan setan kepada mereka.

Al-Hasan Al-Bashri berkata: "sihir telah ada sebelum zamannya Nabi Sulaiman bin Dawud (dan ini adalah perkataan yang benar), yaitu pada masa Nabi Musa, dan beliau hidup sebelum zamannya Nabi Sulaiman, hal ini sebagaimana firmanNya pada surat Al-Baqarah 246:

أَلَمْ تَرَ إِلَى الْمَلإِ مِن بَنِي إِسْرَائِيلَ مِن بَعْدِ مُوسَى

"Apakah kamu tidak memperhatikan pemuka-pemuka Bani Israil sesudah nabi Musa".

Ada juga yang mengatakan bahwa sihir telah ada sebelum masa Nabi Ibrahim, yaitu pada masa Nabi Shalih, ketika kaumnya berkata sebagaimana terdapat dalam Al-Qur an surat Asy-Syu'ara ayat 153:

"Mereka berkata: "Sesungguhnya kamu adalah salah seorang dari orang-orang yang kena sihir".

Para ahli tafsir berbeda pendapat mengenai siapa yang dimaksud pada ayat (على الملكين ببابيل هاروت وماروت). Ibnu Abzi berkata bahwa yang dimaksud dua malaikat pada ayat itu adalah Sulaiman dan Dawud, ada juga yang mengatakan bahwa yang dimaksud adalah dua kabilah dari golongan jin dan ini adalah pendapat yang paling aneh. Al-Qosim berkata : "aku tidak perduli dengan hal itu (ayat itu), aku beriman kepada keduanya". Mayoritas Ulama salaf berpendapat bahwa yang dimaksud adalah dua malaikat dari langit yang diturunkan kebumi.

Maka untuk menjama' hal ini dengan dalil yang menunjukkan bahwa malaikat itu adalah makhluk yang dijaga dari dosa oleh Allah yaitu bahwa keduanya itu tetap berada pada ilmu Allah, ini adalah pengkhususan bagi keduanya. Hal ini sebagaimana yang terjadi pada iblis, ketika ia diperintahkan untuk bersujud kepada Adam dan ia tidak menjalankan perintah itu, sedangkan ia termasuk golongan dari malaikat[2], hal ini sebagimana firmanNya pada Surat Al-Baqarah ayat 34:

وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلاَئِكَةِ اسْجُدُواْ لآدَمَ فَسَجَدُواْ إِلاَّ إِبْلِيسَ أَبَى

"Dan (Ingatlah) ketika kami berfirman kepada para malaikat: "Sujudlah kamu kepada Adam," Maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan "

Maka yang terjadi pada Harut dan Marut adalah lebih ringan daripada yang terjadi pada iblis. pendapat ini dikisahkan oleh Al-Qurtubi dari dari Ali, Ibnu Mas'ud, Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Ka'ab Al-Ahbar, As-Sudi dan Al-Kalbi.

Banyak sekali atsar yang menyebutkan tentang malaikat Harut dan Marut yang disebutkan oleh jama'ah dari tabi'in, diantara mereka yaitu Mujahid, As-Sudi, Al-Hasan Al-Bashri, Qotadah, Abul Aliyah, Az-Zuhri, Ar-Rabi bin Anas, Muqotil dan yang lainnya baik dari ulama mutaqaddimin maupun mutaakhkhirin. Namun kabar yang terperinci dari semua itu adalah kabar yang berasal dari bani Israil dan tidak ada hadits yang menjelaskan tentang hal itu yang marfu' dan sahih sampai kepada Rasulullah. Zahir dari susunan kata yang ada dalam Al-Qur an adalah hanya menjelaskan secara qlobal saja, Wallahu a'lam.

Firman Allah : (وما يعلمان من أحد حتى يقولا إنما نحن فتنة فلا تكفر)Al-Hasan Al-Bashri berkata: "ya, memang benar, bahwasannya Allah telah menurunkan dua orang malaikat dengan sihir mereka supaya mereka mengajarkan kepada manusia, dan Allah hendak menguji manusia dengan hal ini. Sebelum itu Allah telah mengambil janji dari dua orang malaikat itu supaya tidaklah keduanya mengajarkan kepada seseorang hingga ia mengatakan 'sesungguhnya kami ini adalah sebagai ujian bagi kalian maka janganlah kalian kufur'"(Riwayat Ibnu Abi hatim). Makna (الفتنة ) di sini adalah ujian sebagaimana yang disebutkan dalam sebuah ayat yang lainnya tentang khabar Nabi Musa ketika ia berkata: (إن هي إلا فتنتك ) yaitu ujian bagi kalian. Sebagian Ulama bedalil dengan ayat ini bahwa orang yang belajar ilmu sihir maka hukumnya adalah kafir. Hal ini diperkuat dengan hadits riwayat Al-Bazzar yang artinya : 'barang siapa yang dukun atau tukang sihir dan ia membenarkan apa yang ia katakan, maka ia telah kafir kepada apa yang diturnkan kepada Nabi Muhammad'. Sanad hadits ini adalah shohih, banyak hadits yang menjadi penguat atas hadits ini.

Firman Allah (فيتعلمون منهما ما يفرقون به بين المرء وزوجه) yaitu manusia mempelajari dari keduanya ilmu sihir dan apa yang menjadikan perubahan pada diri seseorang dari perbuatan-perbuatan yang buruk. Hal ini sebagaimana yang sabda Nabi yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, beliau bersabda: "Setan meletakkan singgasananya di atas air kemudian ia mengutus bala tentaranya kepada manusia, maka yang paling kuat menebarkan fitnah ia adalah yang paling tinggi kedudukannya. (Pada suatu ketika) ada salah satu dari tentaranya yang datang melapor, 'aku senantiasa menggodanya hingga aku meninggalkannya dan ia berkata begini dan begini(berkata buruk)'. Maka iblis berkata: 'tidak, demi Allah engkau belum melakukan sesuatu sedikitpun kepadanya'. Maka ada lagi yang datang melapor dan berkata: 'tidaklah aku meninggalkan orang itu kecuali aku telah memisahkan antara dirinya dengan kelurganya'. Maka iblis berkata: 'bagus apa yang engkau lakukan'.

Sebab yang memisahkan antara seseorang dengan istrinya adalah dengan sihir yang bisa membuat seseorang selalu memandang buruk apa yang ada pasangannya atau membuatnya benci atau yang lainnya.

Firman Allah (وما هم بضرين به من أحد إلا بإذن الله ). Sufyan Ats-Tsauri berkata : "yaitu kecuali dengan taqdir Allah". Al-Hasan berkata: "sihir ini tidak bisa membahayakan kecuali bagi orang yang memasukinya".

Firman Allah: (ويتعلمون ما يضرهم ولا ينفعهم ) maksudnya yaitu membahayakan agamanya dan ada manfaat yang ia peroleh.

Firman Allah: (ولقد علموا لمن اشتراه ما له في الأخرة من خلاق ، ولا بئس ما شروا به أنفسهم لو كانو يعلمون ). Qotadah berkata: "seandainya ahli kitab mengetahui apa yang telah ditetapkan oleh Allah, yaitu bahwasannya tukang sihir itu tidak mendapat bagian sedikitpun di akhirat".

Sebagian ulama lainnya berdalil dengan firman Allah (ولو أنهم أمنوا واتقوا) bahwa tukang sihir itu adalah kafir, hal ini sebagaimana yang diriwayatkan dari Imam Ahmad dan sebagian dari Ulama salaf. Ada juga yang mengatakan bahwa ia tidak kafir tapi hukumannya adalah dipenggal lehernya, hal ini sebagaimana diriwayatkan dari Asy-Syafi'i dan Imam Ahmad keduanya mengatakan bahwa Umar bin Khattab menetapkan bahwa hukuman bagi tukang sihir baik ia laki-laki maupun perempuan dipenggal lehernya. Begitu juga yang diriwayatkan dari Ummul Mukminin Hafshah.

Beberapa hal yang berkaitan dengan sihir

· Abu Abdillah Ar-Razi menyebutkan dalam tafsirnya, bahwa orang-orang mu'tazilah mengingkari adanya sihir, mereka berkata: 'terkadang orang yang meyakini bahwa sihir itu adalah benar-benar ada maka ia bisa kafir'. Adapun Ahlussunnah maka mereka meyakini bahwa tukang sihir itu memang bisa membuat orang terbang, mengubah wujud manusia menjadi keledai, begitu juga sebaliknya.

· Al-Wazir Abu Mizfar dalam kitabnya al-Ishraf 'ala mazaahibil ishraf membuat bab khusus tentang sihir ia berkata : "para ulama berijma bahwa sihir itu adalah benar-benar hakikat, kecuali Abu Hanifah. Mereka berselisih pendapat tentang hukum orang mempelajari sihir dan mengamalkannya, Abu Hanifah, Malik dan Ahmad menghukumi kafir. Sebagian sahabat Abu Hanifah mengatakan barangsiapa yang mempelajari sihir untuk menjauhinya atau supaya takut dengannnya maka ia tidak kafir, tetapi apabila ia mempelajarinya dengan meyakini kebolehannya atau meyakini bahwa hal itu mendatangkan manfaan maka ia kafir. Begitu juga orang yang meyakini bahwa setan mampu melakukan baginya apa yang dia kehendaki maka dia kafir.

· Imam Asy-Syafi'i berkata : "apabila seseorang mempelajari sihir maka kita tanyakan kepadanya tentang sifat dari sihir yang ia lakukan, jika sihir yang ia lakukan itu menyebabkan kafir seperti apa yang diyakini oleh penduduk Babilonia[3] yaitu seperti mendekatkan diri kepada bintang, dan (ia meyakini) bintang itu berpengaruh terhadap apa yang terjadi maka ia kafir, dan jika ia melakukan yang tidak menjadikan ia kafir namun ia meyakini kebolehannya maka ia juga kafir. Az-zuhri mengatakan bahwa seorang tukang sihir yang muslim maka ia harus dibunuh, adapun orang kafir maka ia tidak dibunuh karena Rasulullah tidak membunuh seorang wanita yang telah menyihir beliau.

· Abu Abdillah Ar-Razi kemudian menyebutkan macam-macam sihir yaitu:

1. sihir kedustaan yang mana orang yang melakukannya adalah orang penyembah bintang-bintang yang tujuh, mereka meyakini bahwa bintang-bintang itulah yang mengatur alam, yang mendatangkan kebaikan dan keburukan.

2. sihir yang menjadikan seseorang berangan-angan .

3. meminta pertolongan kepada ruh-ruh yang ada di bumi, yang pada dasarnya mereka adalah jin.

4. sihir yang bisa mengelabuhi mata seseorang, yaitu membuat penglihatan seseorang menjadi salah(tidak yang sebenarnya).

5. perbuatan yang membuat kagum seseorang, contohnya yaitu seseorang yang mempunyai sebuah terompet, yang mana dia bisa memerintahkan kepada terompet itu tanpa memegangnya sedikitpun, kemudian keluarlah dari terompet itu gambaran dari negri Romawi dan India.

6. meminta tolong dengan makanan-makanan yang khusus[4].

7. ketergnatungan hati, yaitu seruan dari seorang tukang sihir bahwa jin mentaatinya dan menuruti perintahnya pada setiap perintah yang ia serukan. Hal ini kemudian menjadikan seseorang lemah akalnya, kemudian ia meyakini bahwa hal itu benar adanya sehingga ia menjadi takut. Maka itu menjadikannya lemah. Wallahul musta’an.


[1] Disarikan dari kitab Tafsir Ibnu Katsir, Jilid 1, hal 187-206.

[2] Ulama berbeda pendapat dalam hal ini, ada yang mengatakan bahwa iblis itu adalah dari golongan jin, Wallahu A'lam bish-showab.

[3] Bagian dari Negara Iraq

[4] seperti membuat makanan yang khusus untuk dipersembahkan kepada jin dan lain sebagainya (wallohu a'lam)

Tidak ada komentar: