Lenni Brennon, pengarang “Zionism in The Age of Dictators” dengan berani mengungkap bukti baru dalam tulisannya.
Ia berhasil mengumpulkan sejumlah dokumen penting yang menyimpulkan bahwa gerakan Zionisme Yahudi melakukan kolaborasi dengan Nazi. Walhasil, ribuan orang Yahudi yang tewas dan selama ini dalam sejarah dikenal sebagai objek Holocaust yang dimulai pada tahun 1942 oleh Nazi Jerman, ternyata merupakan tumbal belaka untuk menjadi langkah pencapaian strategi Zionist Internasional.
Dalam pembukaan bukunya, Brenner menguraikan bagaimana Zionis memiliki sejarah panjang mengenai kerjasama tak tahu malu dengan Nazi, khususnya setelah sang diktator Adolph Hitller mulai berkuasa di tahun 1933. Zionis, tulis Brenner, juga melakukan kolaborasi dengan WWII “Axis of Evil” termasuk Bennito Mussolinni di Italy dan Tojo Hideki di Jepang.
Salah satu contohnya, pada 29 Maret 1936, orang-orang Zionis membanggakan Duce II dan rezimnya, pada pembukaan sekolah maritim, yang didirikan oleh pemerintah Fasis, di Civitavecchia. Disinilah tempat para Zionis muda, yaitu “The Betar” dilatih dan dipersiapkan untuk masa depan negara
Ketika terjadi pembantaian rakyat Jepang, “Rape of Nanking”, pada bulan Desember 1937, dan insiden “Crystal Night” pada 9 november 1938, Zionis mengeluarkan pernyataan untuk melegitimasi penjajahan terhadap Jepang. Zionis juga berencana untuk berdagang dengan pemerintah
Puncak dari semua itu adalah kunjungan SS-Hptscharf, Adolph Eichman ke Palestina pada bulan oktober 1937 sebagai tamu dari Zionis. Ia juga menemui Feivel Polkes di Mesir, seorang mata-mata Zionis dimana Eichman menggambarkannya sebagai “pemimpin fungsionaris Haganah”. Sebagai seorang informan, Polkes juga digaji oleh Nazi.
Brenner bukan penulis pertama yang mengangkat tema kerjasama kepemimpinan Nazi dan Zionis. Ada Rolf Hielberg dengan bukunya “The Destruction of European Jews”; Hannah Arendt dengan “Eichmann in Jerusalem”; Ben Hecht dengan “Perfidy”; Edwin Black dengan “The Transfer Agreement”; Francis R. Nicosia dengan “The Third Reich and the Palestine Question”; Rudolf Vrba dan Alan Bestic dengan “I Cannot Forgive”; dan Rafael Medoff dengan “The Deadening Silence: American Jews and the Holocaust,” yang juga sangat berani mengungkap kedok rekayasa keji Zionis dan Nazi.
Yang mengherankan juga adalah fakta setelah dibuat undang-undang Ras Anti-Yahudi pada bulan september 1935 di Nuremberg, justru hanya ada dua bendera yang boleh berkibar di Nazi Jerman. Salah satunya adalah bendera favorit Hittler, swastika, sedang yang lain adalah bendera biru putih, banner Zionisme. Para Zionis juga diperbolehkan mempublikasikan koran sendiri. Alasannya; Zionis dan Nazi memiliki kepentingan yang sama, yaitu membuat Yahudi Jerman emigrasi ke Palestina. Pada 21 juni 1933, Federasi Zionis Jerman mengirim memorandum rahasia terhadap Nazi, yang antara lain berisi pernyataan, “Menurut kami, jawaban dari pertanyaan Yahudi sangat memuaskan negara (German Reich) dan hanya dapat berlangsung dengan kolaborasi dari gerakkan Yahudi yang bertujuan memperbaharui sosial, kultural dan moral golongan Yahudi. Tapi pembaharuan nasional seperti itu, pertama tama harus menciptakan kondisi sosial yang meyakinkan dan dasar spiritual sebagai solusi,…”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar