Jumat, 16 Januari 2009

ENGKAU TAK TAHU…DAN ENGKAU TAK TAHU DIRI…!!!

Engkau tahu.., bahwa dunia ini fana.., tapi engkau masih tetap mengejarnya...

Engkau tahu.., bahwa menuju akhirat adalah perjalanan yang panjang.., tapi engkau tidak mempersiapkan bekal…

Engkau tahu.., bahwa neraka itu benar-benar ada.., tapi engkau tidak berusaha untuk menjauhinya…

Engkau tahu.., bahwa surga itu mahal harganya.., tapi engkau beramal asal-asalan dan malas-malasan…

Engkau tahu.., bahwa 'adzab Alloh itu sangat pedih.., tapi engkau masih saja berbuat dosa…

Engkau tahu.., bahwa Alloh Mahamengabulkan do'a.., tapi engkau masih meminta kepada manusia…

Engkau tahu.., bahwa Alloh Maha Adil.., tapi engkau membalas kedholiman manusia...

Engkau tahu.., bahwa harta itu bisa membuat hisabmu di akhirat nanti menjadi lama.., tapi engkau mengumpulkannya…

Engkau tahu.., bahwa waktu adalah nafas yang tiada dapat kembali.., tapi engkau berbuat sia-sia…

Engkau tahu.., bahwa Al Qur'an itu kelak bisa menjadi hujjah bagimu (membelamu) dan bisa menjadi hujjah atasmu (mendebatmu).., tapi engkau tidak mencemaskan akan hal itu…

Engkau tahu.., bahwa do'a orang-orang yang terdholimi itu tanpa hijab dengan Alloh.., tapi engkau suka menyakiti saudaramu.

Engkau tahu.., bahwa kenikmatan dunia bisa menjadi istidroj, tapi engkau tidak khawatir tentangnya…

Engkau tahu.., bahwa penyakit itu menghapus dosa-dosa.., tapi engkau membencinya…

Engkau tahu.., bahwa cobaan itu untuk meningkatkan iman.., tapi engkau mengeluh tentangnya…

Engkau tahu.., bahwa istri atau suami adalah manusia.., tapi engkau menuntutnya sempurna…

Engkau tahu.., bahwa syetan itu musuh yang ingin mengajakku ke neraka.., tapi engkau menuruti bisikannya…

Engkau tahu.., bahwa ajal itu datangnya secara tiba-tiba.., tapi engkau selalu menunda persiapan…

Engkau tak tahu.., kalau engkau tak tahu diri…

HUKUM MENJUAL BONEKA

بسم الله الرحمن الرحيم

Soal : apakah boleh seorang muslim menjual patung dan menjadikannya sebagai dagangan yang menjadi sumber kehidupannya ?

Jawab : orang muslim tidak boleh menjual patung dan memperdagangkannya berdasarkan hadits-hadits shohih yang melarang menggambar makhluk hidup, membuat serta menyimpan patung secara mutlak. Dan tidak diragukan lagi bahwa memperdagangkannya itu mengandung unsur menyebarkannya dan membantu terhadap penggambarannya dan memanjangnya di rumah-rumah, dikampung dan lain-lain.

Oleh karena itu haram menjadikannya mata pencaharian, baik membuatnya maupun memperjualkannya adalah haram. Orang Islam tidak boleh hidup dari patung tesebut untuk makan atau yang lainnya dan jika itu telah terjadi, dia harus membebaskan diri darinya dan bertaubat kepada Allah, mudah-mudahan Allah mengampuninya.

Allah berfirman :

وإني لغفّار لمن تاب وآمن وعمل صالحا ثمّ اهتدى { طـــــه : 82 }

“Dan sesungguhnya Aku Maha Pengampun bagi orang yang bertaubat dan beriman serta beramal shalih. Kemudian tetap dijalan yang benar “

( Thaha : 82 )

وبالله التوفيق وصلى الله على نبيّنا محمد وآله وصحبه وسلّم

Ketua Wakil Ketua

Abdul Aziz bin Abdullah bin Bazz Abdurrozaq ‘Afifi

Anggota :

- Abdullah bin Ghadyan

- Abdullah bin Qu’ud

الحمد لله ربّ العـــــالمين

HUKUM SHOLAT SUNNAH SETELAH ADZAN MAGHRIB

Syiakhul Islam Ibnu Taimiyyah ditanya tentang masalah hukum sholat setelah adzan maghrib. Lalu beliau menjawab :

Adalah Bilal, sebagaimana perintahkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam (untuk) memberikan jeda waktu antara andzan dan iqomat, sehingga (orang-orang) dapat melakukan sholat dua roka’at. Adalah para shahabat sholat dua rokaat setelah adzat sebelum iqomah (maghrib), Nabi menyaksikan dan membiarkan mereka (melakukan sholat dua roka’at). Kemudian beliau bersabda :

بَيْنَ كُلُّ آذَيْنِ صَلَاةٌ, بَيْنَ كُلُّ آذَيْنِ صَلَاةٌ, بَيْنَ كُلُّ آذَيْنِ صَلَاةٌ لِمَنْ شَاءَ.[1]

Artinya : “Antara adzan dan iqomat itu ada sholat, antara adzan dan iqomat itu ada sholat, antara adzan dan iqomat itu ada sholat bagi yang mau mengerjakannya”.

(Rosulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menambahkan bagi yang mau mengerjakananya) karena takut itu dijadikan sunnah.

Apabila seorang muadzin memberikan jeda waktu untuk melakukan sholat antara adzan dan iqomat, maka sholat pada waktu itu adalah hasanah (perbuatan yang baik), (tapi) jika muadzin langsung mengumandangkan iqomat, maka bersegera melakukan sholat itu merupakan sunnah, karena Nabi bersabda :

إِذَا سَمِعْتُمُ الْمُؤَذِّنُ فَقُوْلُوا مِثْلَ مَا يَقُوْلُ

Artinya : “Jika kalian mendengar orang yang adzan, maka ucapkanlah seperti yang dilafadzkan oleh muadzin”.

Tidak seyogyanya seseorang meninggalkan seruan muadzin sementara ia sholat dua rokaat, karena sunnahnya bagi orang yang mendengarkan adzan adalah mengucapkan seperti yang dilafadzkan muadzin, kemudian bersholawat atas Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Lalu mengucapkan do’a :

اَللَّهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّآمَّةِ …… sampai akhir. Kemudian setelah itu berdo’a.[2]


[1] . Disebutkan dalam Kitab Hadits Mukhtshor Shohihul Bukhori : hal : 121. No. Hadits : 361. Hadits dikeluarkan oleh Imam Muslim di dalam Sholatul Mushafirin Wa Qoshriha. Bab : Baina Adzaini Sholat. No. 838

[2] . Diambil Dari Kitab Al Fatawa Al Kubra. Karangan Syaikh Islam Ibnu Taimiyyah : 2/260-261

Membandingkan Kemurnian Al-Qur'an dan Al-Kitab

al-islahonline.com : “Dan Kami telah turunkan kepadamu Al-qur’an dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang ditu-runkan sebelumnya) dan “Batu Ujian” terhadap kitab-kitab yang lain itu.” ( QS: 5:48 ) Arti batu ujian dalam ayat diatas adalah se-bagai penentu hukum atas kitab-2 sebelumnya. Maknanya, tidak boleh membenarkan hukum dan ajaran dalam kitab-kitab terdahulu sebelum di-benarkan oleh Al-qur’an. Batu uji Al-qur’an terhadap Alkitab (bibel).Melalui batu uji Al-qur’an, Al-kitab (bibel) itu terbagi dalam 3 kriteria, antara lain:

  1. Ayat-ayat yang masih dianggap benar, yaitu ayat-ayat yang tidak bertentangan dengan Al-qur’an dan hadist nabi ,ayat-ayat tersebut tidak boleh ditolak. Tetapi harus diakui sebagai satu kebenaran yang belum mengalami penyelewengan.
  2. Ayat-ayat yang tidak benar, yaitu yang bertentangan dengan Al-qur’an dan hadist nabi, ayat itu harus ditolak.
  3. Ayat-ayat yang tidak diketahui kebenaran dan kesalahannya berdasarkan Al-qur’an dan hadist nabi, harus kita sikapi sesuai hadist berikut: “Apabila ada ahli kitab (Yahudi dan Nasrani) berbicara kepada kalian, janganlah kalian membe-narkan ahli kitab tersebut dan jangan pula kalian mendustakannya, melainkan katakanlah:”Kami beriman kepada apa yang diturunkan kepada kami (Al-qur’an) dan kami juga beriman kepada apa yang diturunkan kepada orang-orang sebelum kami (Taurat dan Injil). Apabila yang dikatakannya benar, janganlah kalian mendustakannya dan apabila yang dikatakannya itu batil (bohong) janganlah kalian membenarkannya. (HR. Muslim, Abu Dawud dan Turmudzi)

Kemurnian Al-qur’an dijamin Allah sepanjang masa. Sebagai “batu uji” terhadap kitab-kitab sebelumnya yang sudah mengalami tahrif, keaslian Al-qur’an dijamin langsung oleh Allah. “Sesungguhnya Kami telah menurunkan Al-qur’an dan sesungguhnya kami pula yg akan menjaganya” (QS. 15: 9) Jaminan Allah itu terbukti dgn keaslian Al-qur’an yg tdk pernah mengalami perubahan di se-luruh dunia, semua teks Al-qur’an dlm bahasa arab tdk ada yg berbeda sedikitpun, baik huruf, ayat dan susunannya. Faktor pendukung yg me-nyebabkan keotentikan Al-qur’an selalu terjamin:

  1. Al-qur’an mudah dihafal, sehingga banyak orang hafal Al-qur’an diluar kepala, sedangkan Al-kitab (bibel) sampai saat ini tdak ada orang yang menghafalnya. Bahkan Paus, pastur dan pendeta seluruh duniapun tak ada yang hafal dengan kitab sucinya.
  2. Banyak penghafal Al-qur’an tersebar di seluruh dunia dengan sendirinya mereka menjadi penjaga keaslian Al-qur’an. Setiap kejanggalan dan perubahan yang terjadi pasti diketahui oleh penghafal Al-qur’an.
  3. Dgn berbagai cara umat Islam selalu menjaga keaslian Al-qur’an dengan baik, sebab baca-an Al-qur’an dijaga dgn kaidah

hidup selain Fathimah yang wafat enam bulan setelah Rasulullah SAW wafat. Adapun makna firman-Nya, (Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu) ; apa yang diberitakan-Nya, maka itu adalah haq (benar), apa yang diputuskan-Nya maka itu adalah ‘adil dan apa yang disyari’atkan-Nya, maka itu adalah kebaikan. Maka serahkan kepada Allah segala putusan hukum sebab itu akan lebih baik dan bermanfa’at (Lihat: tafsir Aysar at-Tafaasiir karya Syaikh Abu Bakar al-Jazairy terhadap ayat tersebut)

Perintah Ittiba dan Larangan Taqlid

Telah masyhur di kalangan kita bahwa sebagian besar manusia dalam menjalankan agamanya hanya mengikuti apa-apa yang di ajarkan oleh Kyai-kyainya, atau Ustadznya tanpa mengikuti dalil-dalil yang jelas dari agama ini. Mengikuti di sini yang dimaksudkan adalah mengikuti tanpa dasar ilmu. Mereka hanya manut saja apa kata Sang Kyai atau Sang Ustadz, seolah apa yang mereka katakan pasti benar. Di sini kita melihat kebenaran hanya diukur oleh ucapan-ucapan kyai/ustadz tersebut tanpa melakukan pengecekan terhadap dasar ucapan mereka. Mereka tidak mengecek apakah sumbernya dari Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam, atau hanya bersumber dari hadits-hadits yang lemah, atau lebih fatal lagi bila bersumber dari hadits yang palsu. Inilah sesungguhnya Hakekat dari Taklid.

Ingatlah wahai saudaraku kaum muslimin .. bahwasannya kebenaran atau al haq itu bukan berdasarkan banyaknya pengikut atau status sosial orang yang mengucapkan, karena kebenaran akan tetap merupakan kebenaran meskipun hanya sedikit yang mengikutinya. Dan yang namanya kebatilan merupakan kebatilan sekalipun seluruh manusia mengikutinya. Dan kebiasaan mengekor tanpa ilmu ini jelas-jelas merupakan suatu hal yang sangat tercela. Bahkan Alloh mengharamkan untuk mengikuti sesuatu yang kita tidak mempunyai ilmu tentangnya. Sebagaimana disebutkan dalam Al-Quran " Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya ." (QS. Al-Israa : 36). Dan juga perkataan Imam Bukhori " Bahwa ilmu itu sebelum ucapan dan perbuatan ." Dampak yang nyata terhadap hal ini ialah semakin jauhnya para muqolid (orang-orang yang taklid) ini dari ajaran Islam yang murni, dimana amalan-amalan mereka banyak yang bersumber dari hadits yang dhoif (lemah) atau bahkan hadits palsu dan bahkan mungkin mereka beramal tanpa ada dalil, hanya mengikuti ucapan Kyai atau Ustadznya. Jika dikatakan kepada mereka bahwa amalan mereka itu menyelisihi dalil yang shohih dari Rosulullah shalallahu alaihi wa sallam, mereka mengatakan "kami hanyalah mengikuti apa-apa yang ada pada bapak-bapak kami atau kyai / ustadz kami."

Contoh paling nyata sekarang ini, kebanyakan mereka mengaku mengikuti Madzab Syafii, Hambali, Hanafi, dan Maliki dari para imam-imam madzab. Padahal kalau kita tengok ajaran/perbuatan/amalan mereka sangat jauh dari perbuatan imam-imam madzab tersebut. Mereka begitu fanatik kepada madzab yang mereka ikuti, bahkan bila ada seseorang yang berkata yang perkataannya itu bertentangan dengan madzab yang mereka anut, walaupun ucapannya itu haq adanya, niscaya mereka akan menentangnya habis-habisan, dan yang demikian ini terjadi. Wahai saudarakupadahal agama adalah nasehat, sebagai sesama kaum muslimin harus saling menasehati. Lantas bagaimana kalau sikap mereka menolak dari nasehat orang yang tidak sesuai dengan pendapat mereka (meskipun nasehat yang haq).

Agama Islam dibawa oleh Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam, kemudian para shahabatnya meneruskannya, kemudian lagi para tabiin terus sampai jaman kita sekarang ini, kita harus mengikuti mereka. Dalam beragama itu harus mengikuti Al-Quran dan As-Sunnah yang shohih sesuai dengan pemahaman para shahabat Rosulullah shalallahu alaihi wa sallam. Kita harus memahami agama ini sesuai dengan pemahaman para shahabat karena merekalah orang-orang yang paling tahu tentang sunnah Rosulullah shalallahu alaihi wa sallam. Mereka adalah orang-orang pilihan yang dididik secara langsung oleh Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam. Kalau ada yang keliru diantara mereka langsung ditegur atau dibetulkan/diluruskan oleh Beliau shalallahu alaihi wa sallam. Jadi pada jaman shahabatlah agama ini sangat terjaga kemurniannya. Untuk itu kita wajib menjalankan agama ini sesuai petunjuk Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam dan sesuai dengan apa yang dipahami oleh para shahabat Beliau shalallahu alaihi wa sallam. Inilah sesungguhnya Hakekat dari Ittiba (mengikuti).

Berikut ini akan kami sampaikan pendapat dari Empat Imam tentang masalah Taklid dan Ittiba :

1. Imam Asy Syafii

- "Tidak ada seorang pun kecuali dia harus bermadzhab dengan Sunnah Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam dan menyendiri dengannya. Walaupun aku mengucapkan satu ucapan dan mengasalkan kepada suatu asal di dalamnya dari Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam yang bertentangan dengan ucapanku, maka peganglah sabda Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam. Inilah ucapanku."

- "Apa bila kamu mendapatkan di dalam kitabku apa yang bertentangan dengan sunnah Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam, maka peganglah ucapan Beliau dan tinggalkanlah ucapanku."

- Setiap apa yang aku katakan, sedangkan dari Nabi shalallahu alaihi wa sallam terdapat hadits yang shohih yang bertentangan dengan perkataanku, maka hadits nabi adalah lebih utama. Oleh karena itu janganlah mengikuti aku."

- "Apabila hadits itu shohih, maka itu adalah madzhabku."

- "Kaum muslimin telah sepakat bahwa barang siapa telah terang baginya Sunnah Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam maka tidak halal baginya untuk meninggalkannya karena untuk mengikuti perkataan seseorang."

- "Setiap masalah yang di dalamnya kabar dari Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam adalah shohih bagi ahli naqli dan bertentangan dengan apa yang aku katakan, maka aku meralatnya di dalam hidupku dan setelah aku mati."

2. Imam Ahmad bin Hambal

Beliau berkata :

- "Janganlah engkau mengikuti aku dan janganlah pula engkau ikuti Malik, Syafii, Auzai, Tsauri, tapi ambillah dari mana mereka mengambil."

- "Barang siapa menolak hadits Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam maka sesungguhnya ia telah berada di tepi kehancuran."

- "Pendapat Auzai, pendapat Malik dan pendapat Abu Hanifah semuanya adalah pendapat, dan ia bagiku adalah sama, sedangkan alasan hanyalah terdapat di dalam atsar-atsar"

3. Imam Malik bin Anas

Beliau berkata :

- "Sesungguhnya aku ini hanyalah seorang manusia yang salah dan benar. Maka perhatikanlah pendapatku. Setiap pendapat yang sesuai dengan kitab dan sunnah, ambillah dan yang tidak maka tinggalkanlah."

- "Tidak ada seorangpun setelah Nabi r, kecuali dari perkataannya itu ada yang diambil dan yang ditinggalkan, kecuali Nabi Muhammad r.

4. Imam Abu Hanifah

Beliau berkata :

- "Apabila hadits itu shohih maka hadits itu adalah madzhabku

- "Tidak dihalalkan bagi seorang untuk berpegang kepada perkataan kami, selagi ia tidak mengetahui dari mana kami mengambilnya"

- Dalam sebuah riwayat dikatakan,Adalah haram bagi orang yang tidak mengetahui alasanku untuk memberikan fatwa dengan perkataanku."

- "Jika aku mengatakan suatu perkataan yang bertentangan dengan kitab Alloh dan kabar Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam, maka tinggalkanlah perkataanku."

Demikianlah wahai saudaraku kaum muslimin, pendapat dari empat imam tentang larangan taklid buta. Mereka memerintahkan kita untuk berpegang teguh dengan hadits Nabi Muhammad shalallahu alaihi wa sallam, serta melarangnya untuk mengikuti mereka tanpa melakukan penelitian. Jadi mereka para Imam yang empat melarang keras kepada kita untuk taqlid buta / membebek / mengekor tanpa ilmu.

Barang siapa yang berpegang dengan setiap apa yang telah ditetapkan di dalam hadits yang shohih, walaupun bertentangan dengan perkataan para imam, sebenarnya tidaklah ia bertentangan dengan madzhabnya (para imam) dan tidak pula keluar dari jalan mereka, berdasarkan perkataan para imam di atas. Karena tidak ada satu ucapanpun yang dapat mengalahkan ucapan Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam bahkan ucapan para shahabat pun !!! Sebagaimana perkataan Ibnu Abbas :

"Aku khawatir akan datang hujan batu dari langit, aku ucapkan Rosululloh berkata .., engkau ucapkan Abu Bakar berkata, dan Umar berkata".

Inilah sikap yang seharusnya kita ambil, mencontoh para shahabat, imam-imam yang mendapat petunjuk, di mana merekalah yang telah mengamalkan dien/agama ini sesuai dengan petunjuk Rosulullah shalallahu alaihi wa sallam, tidak mengada-ada (tidak menambah/mengurangi). Dan hal inipun menunjukkan kesempurnaan ilmu yang ada pada mereka (para Imam) dan ketaqwaannya. Kadang kala mereka mengakui bahwasannya tidak semua hadits mereka ketahui.Terkadang mereka menutupkan suatu perkara dengan ijtihad mereka, namun hasil ijtihad mereka keliru karena bertentangan dengan hadits yang shohih. Hal ini dikarenakan belum sampainya hadits shohih yang menjelaskan tentang perkara itu kepada mereka. Jadi sangatlah wajar bagi seseorang yang belum paham suatu permasalahan kembali berubah sikap manakala ada yang menasehatinya dengan catatan sesuai dengan sunnah yang shohih dari Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam. Wallahu Alam.

51 Kolaborasi Zionis dengan Nazi

Lenni Brennon, pengarang “Zionism in The Age of Dictators” dengan berani mengungkap bukti baru dalam tulisannya.

Ia berhasil mengumpulkan sejumlah dokumen penting yang menyimpulkan bahwa gerakan Zionisme Yahudi melakukan kolaborasi dengan Nazi. Walhasil, ribuan orang Yahudi yang tewas dan selama ini dalam sejarah dikenal sebagai objek Holocaust yang dimulai pada tahun 1942 oleh Nazi Jerman, ternyata merupakan tumbal belaka untuk menjadi langkah pencapaian strategi Zionist Internasional.

Dalam pembukaan bukunya, Brenner menguraikan bagaimana Zionis memiliki sejarah panjang mengenai kerjasama tak tahu malu dengan Nazi, khususnya setelah sang diktator Adolph Hitller mulai berkuasa di tahun 1933. Zionis, tulis Brenner, juga melakukan kolaborasi dengan WWII “Axis of Evil” termasuk Bennito Mussolinni di Italy dan Tojo Hideki di Jepang.

Salah satu contohnya, pada 29 Maret 1936, orang-orang Zionis membanggakan Duce II dan rezimnya, pada pembukaan sekolah maritim, yang didirikan oleh pemerintah Fasis, di Civitavecchia. Disinilah tempat para Zionis muda, yaitu “The Betar” dilatih dan dipersiapkan untuk masa depan negara Israel. Fakta lain adalah bahwa “Kongres III Komunitas Yahudi di Timur Jauh” (The Third Congress of The Jewish Community of the Far East) pada january 1940 di Harbin, Manchuria, merupakan pendidikan tentara penjajah yang brutal oleh militer kerajaan Jepang.

Ketika terjadi pembantaian rakyat Jepang, “Rape of Nanking”, pada bulan Desember 1937, dan insiden “Crystal Night” pada 9 november 1938, Zionis mengeluarkan pernyataan untuk melegitimasi penjajahan terhadap Jepang. Zionis juga berencana untuk berdagang dengan pemerintah Berlin dimana para Yahudi Jerman dapat menebus property Nazi dan melakukan ekspor ke Inggris yang mendudukki Palestina.

Puncak dari semua itu adalah kunjungan SS-Hptscharf, Adolph Eichman ke Palestina pada bulan oktober 1937 sebagai tamu dari Zionis. Ia juga menemui Feivel Polkes di Mesir, seorang mata-mata Zionis dimana Eichman menggambarkannya sebagai “pemimpin fungsionaris Haganah”. Sebagai seorang informan, Polkes juga digaji oleh Nazi.

Brenner bukan penulis pertama yang mengangkat tema kerjasama kepemimpinan Nazi dan Zionis. Ada Rolf Hielberg dengan bukunya “The Destruction of European Jews”; Hannah Arendt dengan “Eichmann in Jerusalem”; Ben Hecht dengan “Perfidy”; Edwin Black dengan “The Transfer Agreement”; Francis R. Nicosia dengan “The Third Reich and the Palestine Question”; Rudolf Vrba dan Alan Bestic dengan “I Cannot Forgive”; dan Rafael Medoff dengan “The Deadening Silence: American Jews and the Holocaust,” yang juga sangat berani mengungkap kedok rekayasa keji Zionis dan Nazi.

Yang mengherankan juga adalah fakta setelah dibuat undang-undang Ras Anti-Yahudi pada bulan september 1935 di Nuremberg, justru hanya ada dua bendera yang boleh berkibar di Nazi Jerman. Salah satunya adalah bendera favorit Hittler, swastika, sedang yang lain adalah bendera biru putih, banner Zionisme. Para Zionis juga diperbolehkan mempublikasikan koran sendiri. Alasannya; Zionis dan Nazi memiliki kepentingan yang sama, yaitu membuat Yahudi Jerman emigrasi ke Palestina. Pada 21 juni 1933, Federasi Zionis Jerman mengirim memorandum rahasia terhadap Nazi, yang antara lain berisi pernyataan, “Menurut kami, jawaban dari pertanyaan Yahudi sangat memuaskan negara (German Reich) dan hanya dapat berlangsung dengan kolaborasi dari gerakkan Yahudi yang bertujuan memperbaharui sosial, kultural dan moral golongan Yahudi. Tapi pembaharuan nasional seperti itu, pertama tama harus menciptakan kondisi sosial yang meyakinkan dan dasar imagespiritual sebagai solusi,…”.

Salafiyah Bukan Organisasi

Banyak orang yang mengira apabila mereka mendengar kata Salafiyah atau Salafiyyin bahwa itu adalah sebuah organisasi atau hizb (partai). Apakah benar demikian? Sama sekali tidak. Bahkan bayangan itu tidak ada sama sekali pada pikiran pembawa-pembawnya dan dai-dainya.

As-Salafiyah sebenarnya Islam itu sendiri, yang benar dan mencakup seluruh apa yang diturunkan Allah dan Rasul-Nya Muhammmad shallallahualai wa sallam. Salafiyah bukanlah nama untuk suatu kelompok tertentu karena penisbatannya adalah kepada generasi salaf yang telah dipuji baik dalam Al-Quran maupun As-Sunnah. bahkan setiap orang yang memahami Dien sesuai dengan apa yang dipahamai generasi salafus shalih (yang terdahulu) dari umat in, maka dia disebut Salafy. Tidak peduli apakah dia menyebutnya terang-terangan ataupun secara sembunyi-sembunyi.

Jadi Salafiyah tidak dimiliki oleh suatu hizb(partai) dan tidak pula nama suatu organisasi atau harakah (gerakan dakwah ) tertentu. Ia mencakup seluruh kaum muslimin baik sendiri maupun berkelompok (tentunya yang bermanhaj salaf) karena dakwah Salafiyah adalah dakwah Isalam itu sendiri yang berdasarkan Al-Quran dan As-Sunnah dengan pemahaman Salafus Shalih radhiallahuanhum. Oleh sebab itu, wajib bagi umat setelah melihat realita ini menyesuaikan pemikiran, amalan dan pandangannya dengan manhaj Salaf dalam menjalankan Dien yang mulia ini.

Penyebutan Salafiyah dan keyakinan penisbatannya kepada salafus shalih berguna untuk menutup jalan bagi orang-orang yang menginginkan dalam penerapan dakwah dan gerakan mereka kebebasan berijtihad dalam pemikiran Islam tanpa adanya batasan-batasan dan kaidah-kaidah, kecuali (tentu saja) hasil-hasil pandangan dan pikiran mereka sendiri (Saya penulis artikel ini -telah membahasnya secara rinci dalam kirab Al-Aqlaniyyun). Padahal pikiran-pikiran mereka sudah terbelenggu dengan pemikiran barat sehingga hasilnya nash-nash (baik Al-Quran dan maupun As-Sunnah) harus tunduk mengikuti mereka.

Lantas, bagaimana jika ada orang yang berkata bahwa penamaan ini bisa membuka kepada pintu hizbiyyah yang taashub (pengelompokan yang fanatik)? Jawabanya tentu saja tidak. Alasannya ada 2 hal:

  1. Karena salafiyyah bernasab kepada sesuatu hal yang mulia, yaitu kepada orang-orang yang dimuliakan karena pemahaman dan pandangan mereka yang lurus. Salafiyyah tiadak mengacu pada suatu nama kelompok tertentu yang bersifat hizbiyyah atau memiliki pandangan-pandangan hizbiyyah.
  2. Pembedaan orang-orang yang ada di atas kebenaran (ahlul haq) dengan kebenaran(al-haq/manhaj salaf) yang mereka pegang tidaklah menjadikan mereka ikut bersama orang-orang yang menyeleweng dari manhaj yang benar, atau menyerupai mereka yang menyimpang dari jalan yang lurus.

Bukanlah suatu kekurangan ( hal yang buruk ) apabila orang menasabkan dirinya dengan salaf lewat ucapan, ciri-ciri, manhaj dan amal-amalnya di tengah maraknya fitnah (bencana), yaitu bermunculannya banyak orang yang mengaku berada di atas al-haq dan juga dai-dai yang mengaku dirinya menyampaikan al-haq. Orang-orang yang mengukuti manhaj yang haq(menyesuaikan dengan haq dan tidak menyelisihinya) harus dibedakan agar hancur rujukan orang-orang yang memalsu kebenaran. Ilmu orang yang berpegang dengan manhaj ini sesuai dengan khabar atau riwayat (hadist shahih) sehingga pada akhirnya merekalah para dai yang menegakkan al-haq. Pendapat ini juga ditegaskan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah-semoga Allah merahmati beliau-. Beliau berkata:

" Tidak ada aib atas orang-orang yang menonjolkan manhaj salaf, menisbatkan dan menasabkan kepadanya, bahkan wajib menerima yang demikian itu dengan kesepakatan (para ulama), karena sesungguhnya tidak ada pada madzhab salaf kecuali kebenaran “(Majmu Fatawa Jilid 4 hal 129)

Dengan demikian penyebaran cahaya manhaj ini dan syiarnya pada seluruh umat manusia sangat didambakan oleh jiwa, hati, dan pikiran ini, dan (tentunya hanya) orang -orang yang ikhlas yang akan berusaha mewujudkanya.

Apabila ini terjadi (dengan pertolongan Allah walaupun dalam waktu yang sangat lama)-yaitu meratanya al-haq dan hilangnya suara-suara yang menyelisihi manhaj ini, serta umat benar-benar dalam suasana Islam yang benar, bersih dari bidah dan hawa nafsu sebagaimana generasi awal dari salafus shalih- tentu akan hilang pembedaan nama ini, karena tidak ada yang melawannya( menentangnya) ( Hukum Intima hal 32 oleh Fadhilatus Syaikh Bakar Abu Zaid)

Oleh karena sebab itu para dai yang berada di atas manhaj ini, hendaklah bergembira dangan yang ditinggikan mereka dari seluruh organisasi hizb yang ada. Juga hendaknya mereka merasa nikmat dengan kesempurnaan dakwah mereka yang meliputi pemilik fitrah yang bersih dari kaum muslimin, yang belum diwarnai kejelekan. Disamping itu mereka harusnya berbahagia menjadi orang yang fanatik(terhadap manhaj ini) dan menjadikannya sebagai barometer kehidupan, karena tidak ada sesuatupun yang bisa menyaingi dan mengunggulinya.

Semoga Allah menunjukan kita kepada jalan-Nya yang lurus.

(Al-Asholah 2/ Fathu Rahman Abu Zaki), Dikutip dari Majalah Salafy

HUKUM MEMPERINGATI ISRA' & MI`RAJ

A. Isra' & Mi'raj Adalah Salah Satu Tanda Kebesaran Allah

Tidak diragukan lagi, bahwa Isra’ & Mi’raj merupakan tanda dari Allah yang menunjukkan atas kebenaran Rasul-Nya Muhammad SAW dan keagungan kedudukannya di sisi Tuhannya, selain juga membuktikan atas kehebatan Allah dan kebesaran kekuasaan-Nya atas semua makhluk.

Firman Allah :

“Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al-Masjidil Haram ke Al-Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya, agar kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Q.S. 17:1)

Diriwayatkan dari Rasulullah SAW bahwasanya Allah telah menaikkannya ke langit, dan pintu-pintu langit itu terbuka untuknya, hingga beliau sampai ke langit yang ke tujuh, kemudian beliau diajak bicara oleh Tuhan serta diwajibkan shalat lima waktu, yang semula diwajibkan lima puluh waktu, tetapi Muhammad kembali kepadanya minta keringanan, sehingga dijadikannya lima waktu; namun demikian, walau yang diwajibkan lima waktu saja tetapi pahalanya tetap seperti yang lima puluh waktu, karena perbuatan baik itu (al-hasanah) akan dibalas dengan sepuluh kali lipat. Kepada Allah-lah kita ucapkan puji dan syukur atas segala nikmat-Nya.

B. Kapankah Terjadinya Isra' & Mi'raj

Tentang malam saat diselenggarakannya Isra’ & Mi’raj itu belum pernah diterangkan ketentuannya (kapan kejadiannya-pen) oleh Rasulullah SAW, jikalau ada ketentuannya maka itupun bukan dari Rasulullah SAW, menurut para ahli ilmu. Hanya Allah yang mengetahui akan hikmah kelalaian manusia.

Seandainya ada (hadits) yang menetapkan kapan kejadian malam Isra’ & Mi’raj , tetaplah tidak boleh bagi kaum muslimin untuk mengkhususkannya dengan ibadah-ibadah tertentu, selain juga tidak boleh mengadakan upacara perkumpulan apapun, karena Rasulullah SAW dan para sahabatnya tidak pernah mengadakan upacara-upacara seperti itu dan tidak pula mengkhususkan suatu ibadah apapun pada malam tersebut. Juga peringatan malam tersebut disyari’atkan, pasti Rasulullah SAW menjelaskannya kepada ummat baik melalui ucapan maupun perbuatan. Jika pernah dilakukan oleh beliau, pasti diketahui dan masyhur, dan tentunya akan disampaikan oleh para sahabat kepada kita, karena mereka telah menyampaikan apa-apa yang dibutuhkan ummat manusia dari Nabinya, mereka (para sahabat) belum pernah berlebih-lebihan sedikitpun dalam masalah agama, bahkan merekalah orang-orang pertama kali melakukan kebaikan setelah Rasulullah SAW, Maka jikalau upacara peringatan malam Isra’ & Mi’raj ada tuntunannya, niscaya para sahabat akan lebih dahulu menjalankannya.

Nabi Muhammad adalah orang yang paling banyak memberi nasehat kepada manusia, beliau telah menyampaikan risalah kerasulannya sebaik-baik penyampaian dan menjalankan amanat Tuhan-nya dengan sempurna. Oleh karena itu jika peringatan malam Isra’ & Mi’raj dan pengagungannya itu dari Agama Allah, tentu tidak akan dilupakan dan disembunyikan oleh Rasulullah SAW, tetapi karena hal itu tidak ada jelaslah bahwa upacara dan pengagungan malam tersebut bukan dari ajaran Islam sama sekali. Allah telah menyempurnakan agama-Nya bagi ummat ini, mencukupkan nikmat-Nya kepada mereka dan mengingkari siapa saja yang berani mengada-adakan sesuatu hal dalam agama, karena cara tersebut tidak dibenarkan oleh Allah.

Allah berfirman :

“Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyari’atkan untuk mereka agama yang tidak diridhoi Allah? Sekiranya tidak ada ketetapan yang menentukan (dari Allah) tentulah mereka telah dibinasakan. Dan sesungguhnya orang-orang zhalim itu akan memperoleh adzab yang pedih.” (Q.S. 42:21)

Dalam hadits-hadits shahih Rasulullah SAW telah memperingatkan kita agar kita waspada dan menjauhkan diri dari perbuatan bid’ah, dan dijelaskan bahwa bid’ah itu sesat, sebagai suatu peringatan bagi ummatnya sehingga mereka menjauhinya dan tidak mengerjakannya, karena bid’ah itu mengandung bahaya yang sangat besar.

Dari Jabir ra. berkata : Bahwasanya Rasulullah SAW pernah bersabda dalam khutbah Jum’at : “Amma Ba’du, Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah Kitab Allah (Al-Qur’an), dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad SAW dan sejahat-jahatnya perbuatan (dalam agama) ialah yang diada-adakan, dan setiap bid’ah (yang diada-adakan) itu adalah sesat.” (H.R. Muslim)

Bukankah hal ini merupakan tambahan dalam agama dan syari’at? Allah tidak memperkenankan penambahan-penambahan dalam agama berupa perbuatan bid’ah, karena hal itu menyerupai perbuatan musuh-musuh Allah yaitu bangsa Yahudi dan Nasrani (seperti mereka memperingati hari kenaikan Isa AS, muslimin memperingati Isra’ & Mi’raj / kenaikan Rasululullah SAW ke langit ketujuh, begitu pula mereka memperingati hari kelahiran Nabi Isa AS, muslimin pun ikut-ikutan memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad AS, yang padahal semua perbuatan ini tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah dan para sahabatnya dan tidak pernah disyari’atkan, pen)

Adanya penambahan-penambahan dalam agama itu (berarti) menuduh agama Islam kurang dan tidak sempurna, dengan jelas ini tergolong kerusakan besar, kemungkinan yang sesat dan bertentangan dengan firman Allah :

“Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Aku cukupkan kepadamu nikmat-Ku dan Aku ridho Islam sebagai agama bagimu.” (Q.S. Al-Maidah:3)

Selain itu juga bertentangan dengan hadits-hadits Rasulullah SAW yang memperingatkan kita dari perbuatan bid’ah dan agar menjauhinya.

Semoga dalil-dalil yang telah disebutkan tadi cukup memuaskan bagi mereka yang menginginkan kebenaran, dan mau mengingkari perbuatan bid’ah, yakni bid’ah mengadakan upacara peringatan malam Isra’ & Mi’raj, dan supaya kita sekalian waspada terhadapnya, karena sesungguhnya hal itu bukan dari ajaran Islam sama sekali. Tatkala Allah mewajibkan orang-orang muslim itu agar saling nasehat-menasehati dan saling menerangkan apa-apa yang telah disyariatkan Allah dalam agama serta mengharamkan penyembunyian ilmu, maka kami memandang perlu untuk mengingatkan saudara-saudara kami dari perbuatan bid’ah ini yang telah menyebar diberbagai belahan bumi, sehingga dikira sebagian orang berasal dari agama.

Maha Suci Engkau Ya Allah, Engkaulah yang kami minta untuk memperbaiki keadaan kaum muslimin ini, dan memberi kepada mereka kemudahan dalam memahami agama Islam. Semoga Allah melimpahkan taufiq kepada kita semua untuk berpegang teguh dengan agama yang haq ini, tetap konsisten menjalaninya dan meninggalkan apa-apa yang bertentangan dengannya. Allahlah Penguasa segala-galanya. Semoga shalawat dan salam selalu terlimpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW. Amiin.

HUKUM MEMAKAI CADAR

Sungguh musibah yang sangat besar yang telah menimpah kaum muslimin hari ini yang belum pernah menimpa sejarah di dalam Islam yaitu dihinakannya kaum muslimin dengan ruhtuhnya khilafah pada tanggal 3 maret 1924. Sejak itulah kaum muslimin tidak lagi punya pijakan yang kokoh untuk sekedar bertahan dari ganasnya makar-makar musuh Islam, apa lagi untuk melawan.

Sejak itu pulalah pondasi aqidah umat ini hancur dan hancur ibarat puing-puing bangunan yang tekena badai dan gempa yang amat dahsyat, Umat dimana-mana dibantai, fitnah mengelilingi kita.

Dan fitnah yang terbesar yang kita dapati hari ini adalah orang-orang yang paling memusuhi Islam justru datang dari orang-orang yang mengaku Islam itu sendari. Ini tak lain dan tak bukan karena mereka tidak lagi memahami hakikat Islam yang sebenarnya. Orang yang ingin kembali kepada Islam secara kaffah dianggap aliran sesat, mubtadi' (pelaku bid'ah ) dan exstrim serta gelar-gelar lainnya yang menjijikan.

Demikian juga dengan masalah jilbab sampai masalah cadarpun di anggap aneh, tabu dan dianggap kuno serta terbelakang.

Benarlah apa yang dikatakan oleh Imam Al Ghozali semoga Allah merahmatinya :"Tidaklah musibah yang paling besar yang menimpa umat ini selain hilangnya Ad Din". Bukankah khilafah bagian dari pada Ad Din yang mempunyai peranan yang amat penting dalam mengatur kehidupan kita??…….

PENGERTIAN CADAR

Di katakan dalam kamus Al Muhith bahwa kata cadar memiliki arti yang mendalam yaitu kain yang di gunakan untuk menutupi muka seorang wanita. (Tartiibul Qomus Al Muhith Zuz : 4 hal. 421 )

Istilah cadar sendiri sudah dikenal pada awal diwajibkannya hijab, sebagaimana Shofiyah binti Sirin menjadikan jilbabnya sebagai cadar padahal umurnya melebihi enam puluhan. (lihat Jilbatul Mar' ah Al Muslimah Oleh Syaikh Muhammad Nasrudin Al Baani).

DALIL-DALIL DI WAJIBKANNYA HIJAB

a. Dalil-dalil dari Al Quran :

Firman-Nya :

1. Lihat QS. An Nur ayat 30 dan 31

2. Surat Al Ahzab ayat 59, yang artinya : "hai nabi katakanlahkepada istri – istrmu, anak-anak perempuandan istr – istr orang mukmin, hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya (sejenis baju kurung yang lapang yang dapat menutupi kepala, muka dan dada )

b. Dalil-dalil dari As Sunah :

Diriwayatkan oleh Aisyah semoga Allah meridhoinya, Ia berkata yang artinya: "Para penunggang binatang akan melewati kami, padahal kami bersama Rasulullah e dalam keadaan ihrom. Maka ketika mereka hampir melewati kami, kami menjadikan jilbab diatas kepala kami sebagai penutup muka ( cadar ) sampai meraka melewati barulah kami membukanya kembali ".[ Ahmad : 6/30 ]

PENJELASAN DALIL-DALIL DI ATAS

Dalam hukum cadar ini sendiri terjadi ikhtilaf di antara para ulama sehingga menjadi dua pendapat sebagaimana yang di katakan pengarang kitab "Aunul Ma'bud Syarh Sunan Abi Daud" Imam Abu Bakar Ahmad Al jarjany.

· Pendapat yang menekankan perlunya memakai cadar :

Yaitu mereka yang menekankan pentingnya memakai cadar jika di khawatirkannya terjadinya fitnah, baik di zaman dahulu maupun sekarang. Yang berpendapat seperti ini adalah Imam Ibnu Abbas, Ubaidah As Samany, Syaikh Al Utsaimin semoga Allah merahmati mereka semua.

Ibnu Abbas di dalam menafsirkan ayat ini : “ … jinatahunna illa maa dhoharo minhaa “, yang di maksud ayat ini adalah :Wajah dan kedua telapak tangan termasuk tidak boleh terlihat.

Bahkan lebih jauh lagi beliau mengatakan : Dalam Ayat ini Allah memerintahkan kepada kaum muslimah jikal hendak keluar rumah karena ada suatu keperluan untuk senantiasa menutup seluruh tubuhnya dari atas sampai bawah kecuali satu mata kirinya yang di gunakan untuk melihat. Di riwayat dari Ali bin Abi Tholhah marfu' dengan sanad baik / jayyid.

( lihat tafsir Imam Ath thobari Jamiul Ahkam…, Tafsir Al Qu'ranul Adzhim Imam Ibnu Katsir,Tafsirnya Imam As Syanqiti Adhwaaul bayan, dan tafsir Imam Ibnul 'Arobi Ahkamul Qu'ran )

Demikian juga madzhab Ahmad yang mengatakan : "Setiap bagian tubuhnya, termaksuk kukunya adalah aurat. Ini juga pendapat Imam Malik. Semenjak turunnya Ayat 59 dari surat Al Ahzab para wanita muslimah ketika itu menutup wajah dari pandangan pria. Jadi wanita dahulu mengenaikan Niqob ( Cadar ). Di dalam "ash Shohih " terdapat hadits yang menyatakan bahwa wanita yang sedang ihrom di larang mengenakan Niqob dan sarung tangan. Ini menunjukan bahwa niqob dan sarung tangan itu di kenakan oleh kaum wanita yang tidak ihrom. Berati wajah dan telapak tangan mereka tutupi. Syaikh Muhmmad Nasrudin Al Banii menambahkan : ini benar tetapi bukan berati menjadi wajib bagi mereka. (Al Hijab , hal. 40 )

· Pendapat yang membolehkannya tidak memakai cadar :

Mereka yang berpendapat yang seperti ini adalah Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi'I dengan syarat terbebas dari fitnah. ( lihat Fiqh ala Mazaaibil Arba'ah Jilid :1 hal 583 ). Dan karena tidak adanya Nash yang jelas-Jelas memerintahkannya.

Sebenaranya dua pendapat tersebut tidaklah bertentangan bahkan saling menguatkan antara satu dengan yang lainnya yaitu : pentingnya memakai cadar ketika di khawatirkan fitnah dan jikalau tidak di khawatirkan terjadinya fitnah maka boleh untuk tidak memakai cadar.

Dan hanya wanita-wanita yang hina sajalah yang tidak mengenaikan jilbab ( menutup auratnya ) bahkan di zaman Rasulullah wanita-wanita yang tidak memakai cadar adalah para budak. Sehingga di ceritakan dalam tafsir "Adh waa'ul bayan" : Wanita-wanita budak tidak memakai cadar sehingga mereka diganggu". Maka untuk membedakan antara wanita budak dengan wanita merdeka di perintahkan untuk menutup muka dengan menurunkan jilbabnya. Sebagaian para ulama berpendapat seorang l;aki-laki lebih tertarik di karenakan melihat wajahnya dari pada melihat kakinya. Dan kita bisa melihat wanita-wanita yang tidak menutup auratnya yang sering menjadi korban pelecehan saksual oleh lelaki yang tidak bermoral. Wallahu a'lam bishowab.

Hukum Mendirikan Sholat Di Rumah Orang Kafir

Pada dasarnya bumi diciptakan oleh Allah dalam keadaan suci dan boleh melaksankan sholat dimana saja, berdasarkan hadits dari jabir bahwasanya rosululloh bersabda :

“Bumi diciptakan untukku dalam keadaan suci ( bersih ) dan sebagai masjid ( tempat untuk sholat ) maka siapa saja yang mendapatkan waktu sholat maka sholatlah dimana saja ia berada”.[ muttafaq ‘alaih ]

Hadits ini menunjukkan bolehnya sholat dimana saja, karena bumi itu diciptakan dalam keadaan suci dan boleh digunakan untuk sholat, namun keumuman hadits ini di takhsis oleh dalil-dalil yang melarang untuk sholat ditempat-tempat tertentu.

TEMPAT-TEMPAT YANG DI LARANG UNTUK SHOLAT

Al Qodhi Ibnul ‘Arobi berkata : “Tempat yang tidak boleh digunakan untuk sholat ada 13, lalu beliau menyebutnya 7 tempat yang disebutkan dalam hadits bab ini ( yaitu hadits dari Ibnu Umar bahwasanya Rosululloh melarang sholat di 7 tempat: Tempat penyembelihan hewan, di kuburan, di jalan, kamar mandi, kandang unta, diatas baitullah ) dan beliau menambahkan sholat menghadap kuburan, menghadap tembok WC yang ada najisnya, gereja, tempat ibadahnya orang-orang yahudi, menghadap gambar, dan didalam negara yang di adzab”.

Dan Al Iroqi menambahkan : “Sholat dirumah rampasan, menghadap orang yang tidur dan yang berhadats dan sholat didalam lembah, dan sholat didaerah yang diperoleh dengan rampasan, dan sholat dimasjid dhiror, sholat ditungku perapian, maka menjadi 19 tempat”.

Dalil yang melarang untuk sholat di 7 tempat adalah hadits yang tersebut diatas. Adapun sholat menghadap kuburan, berdasarkan hadits yang melarang menjadikan kuburan sebagai masjid. Adapun sholat menghadap tembok WC adalah berdasarkan hadits Ibnu Abbas bersama 7 orang sahabat dengan lafadz : larangan sholat menghadap WC ( tempat buang air ).

Di riwayatkan oleh Ibnu Adi Al Iroqi berkata sanadnya tidak shohih dan Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan dalam kitab Al mushonnif. Dari Abdillah bin Amr bahwasanya dia berkata : “Tidak boleh sholat menghadap WC .Dan dari Ali beliau berkata : Tidak boleh sholat menghadap WC . Dan dari Ibrohim beliau berkata : mereka tidak suka sholat pada 3 tempat, maka beliau menyebutkan diantaranya WC. Dan tentang kemakruhannya ada perselisihan antara ulama’ . Adapun sholat digereja dan tempat peribadatan orang yahudi adalah sebuah riwayat dari Ibnu Abi Syaibah didalam kitab Al mushonnif, dari Ibnu Abbas bahwasanya beliau tidak suka sholat didalam gereja yang didalamnya terdapat gambar”.

Adapun larangan sholat dimasjid dhiror Ibnu Hazm berkata : “Bahwasanya orang yang sholat didalamnya tidak syah berdasarkan cerita masjid dhiror dan firman Allah Ta’ala :

“Dengan demikian masjid dhiror bukanlah tempat sholat .” [ at taubah :108 ]

Adapun sholat menghadap tungku api, maka Muhammad bin Ibnu Sirin memakruhkannya, dan beliau berkata itu adalah rumah api, ini diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam kitabnya Al Mushonnif.

Ibnu Hazm menambahkan tidak boleh sholat dimasjid yang didalamnya digunakan untuk mengolok olok Allah dan Rosul-Nya atau bagian dari dien, atau ditempat yang didalamnya di ingkari sesuatu dari dien.

Al hadwiyah menambahkan : “Makruh sholat menghadap orang yang berhadats, orang yang fasiq, dan pendusta”.

Al Imam Yahya menambahkan : “Begitu juga menghadap orang junub dan haid. Dengan demikian jumblah keseluruhannya adalah 26 tempat”.

Dan yang digunakan dalil atas makruhnya sholat orang yang berhadats adalah hadits yang diriwayatkan oleh imam yahya dalam kitab Al Intishordengan lafadznya:

“Tidak ada sholat bagi orang yang berhadats tidak adasholat bagi orang yang junub tidak ada sholat bagi yang haid”

Dan ada yang mengatakan bahwasanya dalil atas makruhnya sholat menghadap orang yang berhadats adalah diqiyaskan dengan orang yang haid, padahal jelas bahwasanya orang yang haid itu memutuskan sholat, adapun menghadap orang yang fasiq adalah penghinaan padanya, seperti barang yang najis.

Adapun landasan tentang larangan sholat menghadap lampu adalah menyerupai dengan para penyembah api, dan yang lebih benar adalah tidak khusus menghadap lampu dan tungku api namun makruh secara umum menghadap api baik lampu dan yang lainnya.

Di riwayatkan dari Hasan bahwasanya beliau memakruhkanm, adapun As Sya’bi dan Atho’ bin Abi Robah menganggap sholat didalam gereja dan tempat peribadatan yahudi tidak apa-apa. Dan Ibnu Sirin berpendapat bahwasanya sholat didalam gereja itu tidak apa-apa.Bahwasanya Abu Musa Al Asy’ari dan Umar bin Abdul Aziz pernah sholat didalam gereja dan mungkin mereka memakruhkan itu karena orang-orang yahudi dan nasroni menjadikan kuburan para Nabi dan orang-orang sholeh mereka sebagai masjid ( tempat ibadah ), sehingga tempat peribadatan itu semua mengandung kemungkinan berasal dari kuburan para Nabi dan orang-orang yang sholeh.

Adapun sholat menghadap gambar berdasarkan hadits shohih dari ’Aisyah bahwasanya Rosululloh bersabda kepadanya : "Singkirkan kainmu ini dariku karena gambar-gambarnya senantiasa terpampang di dalam sholatku, sedangkan kainnya ‘Aisyah itu terdapat gambar-gambar".

Adapun dalil yang melarang sholat dinegri yang tertimpa adzab adalah hadits yang diriwayatkan oleh Abi dawud dari Ali bahwasanya beliau berkata : "( Rosululloh melarangku untuk sholat dinegri babil karena negri tersebut terlaknat, dan pada sanadnya ada kelemahan".

Adapun dalil yang melarang sholat yang menghadap orang yang tidur adalah hadits Ibnu Abbas yang diriwayatkan Abu dawud dan Ibnu Majah namun didalam sanadnya ada yang tidak disebut sanadnya.

Adapun dalil yang melarang sholat didalam lembah adalah riwayat dari beberapa jalan, hadits masalah ini sebagai ganti kuburan. Al Hafidz berkata “ Ini adalah tambahan bathil yang tidak dikenal.

Adapun larangan sholat ditanah hasil rampasan adalah karena menggunakan harta orang lain tanpa seizinnya.

Sedangkan tentang orang yang junub dan haid adalah berlandaskan hadits yang di sebutkan dalam kitab Al intishor diatas dan juga karena orang haid itu memutuskan orang yang sholat .

Dan ketahuilah bahwasanya orang-orang yang berpendapat atas syahnya sholat di semua tempat yang tersebut diatas atau sebagian besar daripadanya berpegang dengan hadits hadits yang shohih seperti hadits yang berbunyi .

"Dimana saja engkau mendapatkan waktu sholat maka sholatlah".

Adapun hadits hadits yang melarang sholat dikuburan, kamar mandi, dan lain-lain adalah hadits yang mengkhususkan dari keumuman hadits diatas, namun hadits hadits itu tidak shohih, sedangkan hadits yang tidak shohih tidak bisa digunakan untuk landasan ibadah.

Sedangkan sholat dirumah orang kafir itu tidak ada larangan padanya sehingga ia masuk dalam keumuman hadits yamng membolehkan sholat dimana saja.

Sebagaimana yang di tanyakan pada lajnah ad daimah lil buhuts Al ilmiyah wal ifta’, bahwasanya ada orang yang bertanya : Kadang kadang datang wakrtu sholat sedangkan saya berada dirumah orang nasroni, lalu aku pun mengambil sajadahku dan sholat di hadapan mereka. Apakah sholat saya syah karena saya sholat di rumah mereka ?

Jawab: Ya, sholat kamu syah, semoga Allah menambah kesemangatanmu dalam menta’atinya, khususnya dalam melaksanakan sholat 5 waktu tepat pada waktunya, dan yang wajib adalah kamu harus berusaha mengerjakannya secara berjama’ah, memakmurkan masjid selama kamu bisa melaksanakannya.( Fatwa No : 3262 jilid : 6 hal : 207 )