Selasa, 06 Januari 2009

Bid'ah, Barang baru Produk Orang Dungu

A. Islam Telah Sempurna Allah subhanahu wata'ala berfirman: ]اَلْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِيْنَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِىْ وَرَضِيْتُ لَكُمُ اْلإِسْلاَمَ دِيْناَ[ المائدة : 3 Ini adalah pernyataan ilahi yang amat terang bahwa Islam ini telah sempurna pada masa hidupnya Nabi Muhammad e. Kesempurnaan Islam ini telah mencukupi segala yang dibutuhkan oleh manusia. Ibn Katsir رحمه الله mengatakan: “Ini adalah nikmat Allah terbesar yang diberikan kepada umat ini. Karena Allah telah menyempurnakan agama mereka untuk mereka. Sehingga tidak perlu kepada agama lain dan tidak perlu kepada Nabi lain. Karena itu Allah menjadikannya sebagai penutup para Nabi yang diutus kepada manusia dan jin. Maka tidak ada yang halal kecuali apa yang telah dihalalkannya dan tidak ada yang haram kecuali apa yang telah diharamkannya dan tidak ada agama kecuali apa yang telah disyariatkannya.” (Tafsir Ibn Katsir 2/19)
Segala sesuatu yang dikabarkan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam adalah hak dan benar tidak ada yang salah dan tidak ada dusta sebagaimana firman Allah: ]وَتَمَّتْ كَلِمَةُ رَبِّكَ صِدْقَا وَعَدْلاَ[ الأنعام : 110 Benar dalam berita dan adil dalam perintah dan larangan. Maka tatkala Dia menyempurnakan agama ini untuk mereka, sempurnalah nikmat ini atas mereka. Kesempurnaan Islam berarti kelengkapannya tidak memerlukan lagi kepada tambahan, karena tambahan berarti susulan (kritikan) terhadap Allah subhanahu wata'ala dan mengisyaratkan bahwa syari’at ini masih kurang, ini tentu menyalahi apa yang ada didalam al-Qur`an. Karena itu mustahil ada orang yang menambah atas syari’at Allah kemudian ia tidak tercela. (Taufiq al-Qa’i, al-Bid’ah wa al-Mashalih al-Mursalah, 111) Ibn al-Majisyun berkata: “Saya mendengar Imam Malik berkata: “Barangsiapa membuat satu kebid’ahan dalam Islam lalu ia memandangnya sebagai bid’ah Hasanah berarti ia telah menduga bahwa Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam adalah mengkhianati risalah karena Allah telah berfirman [اليوم أكملت لكم دينكم] , jadi apa saja yang pada waktu itu tidak menjadi agama, maka hari inipun ia tidak akan menjadi bagian dari agama. (al-syathibi, al-I’tisham I/49) Imam al-Syaukani berkata: “Jika Allah telah menyempurnakan agamanya sebelum mencabut Nabi-Nya Shallallahu 'alaihi wasallam, lalu bagaimana status ra'yu yang diadakan oleh ahlinya setelah Allah menyempurnakan agamanya?! Apabila ia meyakini bahwa ra'yu itu bagian dari agama berarti agama menurut mereka tidak sempurna kecuali dengan ra'yu mereka, tentu ini adalah penolakan terhadap al-Qur`an. Apabila ra'yunya tidak termasuk dalam agama, untuk apa ia sibuk dengan sesuatu yang bukan dari agama?! Ini adalah hujjah yang kokoh dan dalil yang agung, tidak mungkin bisa ditolak oleh ahli ra'yu, karena itu jadikanlah ayat yang mulia ini sebagai tamparan pertama bagi ahli ra'yu sehingga kamu bisa menghinakannya dan mematahkan syubhatnya karena setiap yang diadakan setelah turunnya ayat ini adalah iseng, tambahan dan bid’ah.” (al-Syaukani, al-Qoul al-Mufid, 38) Karena itu sahabat Ibn Mas’ud telah memperingatkan: ((اِتَّبِعُوْا وَلاَ تَبْتَدِعُوا فَقَدْ كُفِيْتُمْ وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ)) (HR. Abu Khaitsamah dalah kitab al-Ilmi, no. 54) B. Rasulullah telah menjelaskan ushul, furu’ dan segala sesuatu. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: (( إِنَّهُ لَمْ يَكُنْ نَبِيُّ قَبْلِىْ إِلاَّ كَانَ حَقًّا عَلَيْهِ أَنْ يَدُلَّ أُمَّتَهُ عَلَى خَيْرِ مَا يَعْلَمُهُ لَهُمْ وَيُنْذِرُهُمْ شَرَّ مَا يَعْلَمُهُ لَهُمْ)) (HR. Muslim, No. 1844) Abu Dzar al-Ghifari radliallahu anhu , berkata: “Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam telah meninggalkan kami, sementara itu tidak ada seekor burungpun yang mengepakkan kedua sayapnya diangkasa melainkan beliau telah menyebutkan ilmunya kepada kami. Dia berkata, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: ((مَا بَقِيَ شَيْءٌ يُقَرِّبُ مِنَ الْجَنَّةِ وَيُبَاعِدُ مِنَ النَّارِ إِلىَ وَقَدْ بُيِّنَ لَكُمْ)) (HR. Thabarani dengan sanad shahih lihat, Ali al-Halbi, Ushul al-Bida’, 19) karena Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: ((تَرَكْتُكُمْ عَلىَ الْبَيْضَاءَ لَيْلُهَا كَنَهَارِهَا لاَ يَزِيْغُ عَنْهَا إِلاَّ هَالِكٌ)) (HR. Ibn Majah no. 43, Abu Daud no. 4607, Tirmidzi no. 2676, Ahmad, Hakim dan Ibn abi Ashimi) Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam telah menyampaikan dan menjelaskan ushul Islam dan furu’nya, sampai tentang tata krama pertemuan, tata cara minta izin dan tata cara berpakaian, hingga tata cara makan, minum dan buang hajat. (Lihat (ter.) al-Ibda’ fi Kamal al-syar’I, Muhammad al-Utsaimin, 1-10, Salim al-Hilali; al-Bid’ah wa atsaruha as-Syaiyyi’, hal 8; Ahmad al-Shuyan, Manhaj Talaqqi, 6) C. Larangan Berbuat Bid’ah Allah subhanahu wata'ala berfirman: ]فَلْيَحْذَرِ الَّذِيْنَ يُخَالِفُوْنَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيْبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيْبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيْمٌ[ النور : 63 Imam Ahmad berkata: “Tahukah kamu apa yang dimaksud dengan fitnah? Fitnah yaitu syirik. Boleh jadi apabila menolak sebagian sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam akan terjadi pada hatinya sesuatu kesesatan, akhirnya akan jadi binasa. (Ibid, hal 29) Ketika ada orang yang ingin berihram dari masjid nabawi, Imam Malik mencegahnya: “Jangan kamu lakukan itu aku khawatir terkena fitnah.” Orang bertanya heran: “Fitnah apa?” saya kan hanya menambah beberapa mil saja? Imam Malik menjelaskan: “Apakah ada fitnah yang lebih besar daripada kamu berpandangan bahwa kamu telah mendapatkan keutamaan yang tidak didapat oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam?! Kemudian Imam Malik membaca ayat diatas. (al-Khatib, al-Faqih wa al-Muttafaqih I/148; Abu nu’aim, al-Hilyah 6/326, al-Syatibi, al-I’thisham I/132) Karena itu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: ((إِنَّمَا أَهْلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ كَثْرَةُ سُؤَالِهِمْ وَاخْتِلاَفُهُمْ عَلىَ أَنْبِيَائِهِمْ, فَإِذَا نَهَيْتُكُمْ عَنْ شَيْءٍ فَاجْتَنِبُوْهُ وَإِذاَ أَمَرْتُكُمْ بَأَمْرٍ فَأْتُوا مِنْهُ مَاسْتَطَعْتُمْ)) (HR. Bukhari, 6844) ((وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ اْلأُمُوْرِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ)) (HR. Abu Daud, 4607, Tirmidzi, 2676) ((مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ (متفق عليه) وَفِى رِوَايَةِ لِمُسْلِمٍ مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدُّ)) D. Setiap Bid’ah adalah Sesat. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: ((وَشَرَّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فىِ النَّارِ)) (HR. Muslim, 867, tambahan terakhir ada pada Baihaqi dan Nasa’i) Ibn Umar berkata: ((كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَإِنْ رَآهَا النَّاسُ حَسَنَةً)) (HR. Darimi dengan sanad Shahih; lihat al-Suyuthi, Al-Amri Bil Ittiba’, 27) Ucapan bahwa setiap bid’ah adalah sesat adalah ucapan para sahabat seperti mu’adz dan Ibn Mas’ud. (lihat Mukhtashar Ibn abd al-Barr, 295, 375) E. Bahaya Bid’ah 1. Bahaya bid`ah terhadap pelakunya a. Amalnya ditolak b. Dihalangi dari taubat c. Tidak minum dari telaga Nabi dan tidak mendapat syafaat d. Menanggung dosa orang-orang yang mengikuti bid’ahnya e. Terlaknat f. Semakin jauh dari Allah g. Tidak diterima kesaksiannya h. Dikhawatirkan menjadi murtad i. Dikhawatirkan mati su’ul khatimah. j. Wajahnya di akherat hitam. k. Menjadi seburuk-buruk makhluk. l. Punya andil menghancurkan Islam. 2. Bahaya bid`ah terhadap umat. a. Umat terpecah belah dan saling memusuhi. b. Umat menjadi lemah dan menjadi hina tidak mampu mengemban risalahnya. 3. Bahaya bid`ah terhadap agamanya. Bid`ah mematikan sunnah, memadamkan cahaya kebenaran dan merontokkan sendi-sendi tauhid dan untaian mutiara Islam satu persatu. (Agus Hasan Bashari al-Sanuwi, Al-Bid`ah, hal. 126-138; Ali Asegaf, Muktashar al-I`thisham, hal. 28-39)

Tidak ada komentar: