Minggu, 11 Januari 2009

PERANG HUNAIN

Sebab-Sebab Terjadinya

Hal ini disebabkan oleh beberapa kabilah yang mepunyai nyali yang kuat, yaitu Hawazin dan Tsaqif serta yang berhimpun bersama mereka Yaitu Nasr, Jusyam, Saad bin Bakr dan beberapa orang dari Bani Hilal yang berasal dari Qais dan Ailan. Mereka masih merasa layak dihormati dan tidak sudi tunduk pada Islam, dan semua berhimpun dibawah Malik bin Auf An-Nasry.

Hal itu dilaksanakan dengan memberangkatkan pasukan sambil membawa seluruh harta benda, wanita dan anak-anak mereka dan bermarkas di Authas dan bermarkas disana. Yaitu suatu lembah di Hawazin dekat Hunain, dan Hunain adalah suatu lembah yang berdekatan dengan Dzul Majaz 10 mil lebih dari Makkah lewat Arafah.

Malik bin Aus sebagai komando tertinggi mengambil inisiatif membawa anak dan para wanita ikut serta dalam peperangan dengan maksud melibatkan mereka dalam peperangan.

Ketika salah satu dari pasukan yang buta dan tua yang bernama Duraid bin Ash-Shimah, orang yang mempunyai banyak pengalaman dalam peperangan, sangat pemberani, ketika mendengar suara ringkikan onta dan tangisan anak-anak dan mengetahui bahwa malik bin auf mengiring bersama pasukannya. Dia berkata, " Wahai Malik, tidak selayaknya engkau membawa penduduk Hawazin ini ketengah pasukan. Bawalah mereka ketempat tinggalnya yang aman dan berlindung. Setelah itu hadapilah orang-orang muslim dengan inti pasukan ini. Jika engkau menang, maka apa yang ada dibelakangmu tetap aman, jika kalah kamu masih bisa menolong keluarga dan harta bendamu. "

Tetapi Malik bin Auf menolak sarannya karena menurut dia, Duraid sudah tua renta dan pikirannya sudah tumpul. Dan ia tidak mau nama Duraid disebut-sebut lagi apalagi pendapatnya.

Akhirnya Duraid hanya bisa berkata," Ini suatu hari yang tak pernah kusaksikan dan aku tidak pernah diuji seperti ini. "

Malik bin Auf mengirim beberapa mata-mata ke kaum muslimin tapi mereka menjadi bercerai berai. Ketika ditanyakan sebabnya mereka menjawab," kami berpapasan dengan sekumpulan laki-laki yang berpakaian putih menunggang kuda yang gagah. Demi Allah, lebih baik kami menarik diri dari pada kami mendapat musibah." ( sekumpulan laki-laki berpakaian putih itu adalah para Malaikat )[1].Ibnu Ishaq berkata, " Riwayat yang sanadnya sampai pada Abdullah bin Abbas, beliau berkata, 'Tanda Malaikat pada Perang Badar adalah laki-laki yang berpakaian putih dan pada Perang Hunain berpakaian merah'".[2] Sementara saat yang sama Rosulullah juga mengutus Abu Hadrad Al-Aslamy untuk memata-matai keberangkatan musuh dan memerintahkan agar menyusup ketengah-tengah mereka. Maka berhasil dalam tugas tersebut dan melaporkanya pada Rosulullah.[3]

Maka ketika Abu Hadrat mengabarkan tentang hasil dari memata-matai tersebut Umar ibn Hatab berkata , "Ibnu abi Hadrat telah berdusta. ". Lalu dia berkata, " Kalau kamu mendustaiku, maka barang kali kamu telah mendustai kebenaran wahai Umar! Karena kamu telah mendustakan orang yang lebih baik dari padaku. " Umar berkata, "Wahai Rasulullah!tidakkah kau mendengar apa yang diaktakan oleh Ibnu abi Sadad." Maka rasulullah bersabda, "Kamu dulu dalam keadaan tersesat wahai Umar, lalu Allah memberi petunjuk padamu !"[4]

Rosulullah berangkat tanggal 6 Syawal 8 H, hari ke-19 sejak beliau memasuki Makkah, bersama 10.000 pasukan Fathu Makkah dan 2.000 pasukan yang baru saja masuk islam. Beliau meminjam 100 baju besi dan perlengkapannya dari Shafwan bin Umayyah (waktu itu masih dala keadaan musyrik).[5] Rasul berkata, "wahai Abu Umayyah! Pinjamilah kami senjata kamu untuk menyerang musuh kami besok. " Jawab dia, "Apakah akan dikembalikan Wahai Muhammad?" Jawab, " Tentu, itu adalah pinjaman yang akan kami kembalikan. " Lalu dia menyerahkannya.[6] Pada petang harinya ketika ada pasukan kuda yang muncul dan berkata, " Aku baru saja mengamati bukit ini dan itu, dan aku melihat Hawazin yang sedang berangkat dengan membawa ternak dan domba milik mereka. "

Nabi tersenyum dan berkata: " Insya Allah, besok itu semua akan menjadi ghonimah bagi kaum muslimin."

Sedangkan penjaga pada malam itu adalah Anas bin Abi Marstad Al-Ghunawi.

1. Dalam perjalanan menuju ke Hunain kaum muslimin melihat sebuah pohon yang besar berwarna hijau segar, dinamakan Anwath. Maka Rosululloh H berkata: "' Allahu Akbar'. Demi yang jiwaku ada ditanganNya, kalian mengatakan seperti yang dikatakan kaum Musa: " Jadikanlah bagi kami sesembahan seperti sesembahan mereka", maka Musa menjawab: " Sesungguhnya kalian adalah orang-orang yang tidak mengetahui". Itu adalah tabi'at orang-orang sebelum kalian. Kalian benar-benar akan akan meniru jalan orang-orang sebelum kalian. "

Karena meliahat jumlah prajurit, sebagian diantara meraka ada yang berkata: "Kali ini kita tidak akan mungkin bisa untuk dikalahkan."[7]

Jalannya Peperangan

Setelah mengetahui keberangkatan Rosululloh , Malik bin auf segera menempatkan pasukannya dilembah Hunain dan menyebar mereka diseluruh lorong persembunyian lembah tersebut guna melancarkan serangan mendadak dan serempak kepada Rosululloh dan para Sahabatnya. Setelah kaum Muslimin sampai dilembah Hunain. Lalu menuruni lembah tersebut dipagi hari, ketika itu, hari masih gelap. Tetapi mereka dikejutkan oleh serangan mendadak pasukan musyrikin yang keluar menyongsong dari berbagai lorong dan tempat-tempat persembunyian lainnya, sehingga kuda-kuda mereka (kaum Muslimin) berlarian dan menjadi kocar-kacir, mundur tunggang langgang.[8]

Karena begitu hebatnya serangan musuh, sehingga digambarkan oleh Abu Sofyan yang pada waktu itu beliau baru masuk islam dengan berkata: "Kekalahan mereka tidak berujung hingga sampai ke laut (merah). "[9]

Pada perang tersebut Syaibah bin Usman bin Abi Talhah yaitu dari Bani Abu Dzar bertekat akan membunuh Rasulullah. Karena bapak tewad dalam perang Uhud. Maka ketika sudah mengelilingi Rasul dia tidak mampu sampai hatinya putus asa hatinya, dan dia mengetahui bahwa dia akan dihalangi.[10]

Rosululloh Saw berbelok kearah kanan sambil berseru: "Kemarilah wahai semua orang. Aku Adalah Rosul Allah. Aku adalah Muhammad bin Abdulloh. " Namun mereka tidak peduli, yang ada dibenak mereka hanyalah keinginan untuk lari menyelamatkan diri. Sehingga hanya tersisa beberapa gelintir sahabat saja yang ada disamping beliau."

Pada saat itulah keberanian Rosululloh tampak, yang tiada tandingannya. Beliau memacu bighol'nya kearah musuh sambil berkata: "Akulah sang Nabi, ini bukanlah dusta. Akulah keturunan Abdul Mutholib."

Abu Syofyan segera memegang tali kekang bighol beliau dan Al Abbas memegang pelananya supaya tidak lari. Lalu beliau turun dari bigholnya kemudian berdo'a, " Ya Allah turunkanlah pertolonganMu."[11]

Diantara nama-nama sahabat yang tetap disisi Rasul waktu itu adalah : Abu bakar, Umar, Ali bin Abi Talib, Abbas bin Abdul Mutallib, Abu Sofyan dan anaknya, Al-Fadlu ibn Abbasm, Rabiah bin Harist, Usamah bin Zaid, dan Aiman bin Ubaid yang waktu itu terbunuh.[12]

Kekacauan Yang Menimpa Pasukan Muslim

Rosululloh lalu menyuruh pamannya, Al Abbas yang bersuara lantang agar memanggil pasukan Muslimin yang kocar kacir. Abbas ra berkata: "Maka akupun berteriak sekeras mungkin, 'Wahai orang-orang yang berikrar dibawah pohon), dimanakah kalian?' Demi Allah, setelah mendengar teriakanku, mereka berdatangan bagaikan perasaan induk terhadap anaknya. Dari segenap penjuru terdengar sahutan: "Labaik, labaik!" .Setiap orang memutar kuda atau ontanya, dan bergerak menghampiri kami sambil menyiapkan kudanya masing-masing. Kini terkumpul beberapa ratus orang dan tanpa membuang-buang waktu lagi mereka terjun kekancah peperangan. Lalu aku berkata kepada golongan Anshor, 'Wahai saudara-saudara Anshor!' Juga kupanggil pasukan Bani Harist bin Khozroj. Mereka semua datang berbondong-bondong sebagaimana sebelumnya mereka melarikan diri."

Rosululloh melihat perang makin mengganas, lalu bersabda: "Sekarang baru perang yang sesungguhnya." Beliau mengambil segenggam pasir (tanah), lalu menebarkannya kearah musuh seraya berkata: "Binasalah wajah-wajah buruk itu."

Keadaan Pasukan Musuh

Hanya dalam waktu singkat musuh mengalami kekalahan yang tak terbayangkan. Dari kabilah Tsaqif tewas lebih dari 70 orang. Lalu kaum Muslimin mendapatkan ghonimah harta, ternak maupun persenjataan mereka. Inilah janji yang telah Allah abadikan dalam Al Qur'an.[13]

Begitu terkalahkan dimedan pertempuran, prajurit musuh yang tersisa sebagian lari ke Autas, Nabi Saw mengirim pasukan dibawah komando Abu Amir Al As'ari. Pasukan berhasil menyusul mereka namun tidak ada perlawanan yang kuat. Tapi dalam misi ini Abu Amir syahid Insya Allah. Musuh yang lari ke Nakhlah dipimpin oleh Duraid bin Shimmah. Kelompok ini juga dikejar oleh pasukan Muslimin dan Duraid ditewaskan oleh Robi'ah bin Rofi'. Adapun jumlah yang terbesar adalah yang lari ke Thoif .[14]

Pembagian Ghonimah

Dari hasil perang ini diperoleh 3.000 tawanan, 24.000 ekor onta, 46.000 domba, serta 4.000 Kg perak. Nabi Saw memerintahkan untuk mengumpulkan semuanya di Ji'ronah, dijaga oleh Mas'ud bin Amru Al Ghifari dan tak akan dibagikan sebelum selesai penyerbuan ke Thoif.

Diantara tawanan-tawanan itu ada seorang wanita bernama As Syaima' binti Al Harist As Sa'diyah, saudara sesusuan Rosululloh . Dia memperkenalkan dirinya secara samar-samar, tapi Nabi segera mengenalinya, dan memperlakukannnya dengan hormat. Disuruhnya Syaima' duduk diatas Jubah yang dihamparkan sendiri oleh beliau, lalu dia dikembalikan kepada kaumnya.

Kemudian Rosululloh Saw kembali keJi'ronah guna membagi barang-barang rampasan dan para tawanan yang telah diambil dari Hawazin datang kepada Nabi Saw meminta agar harta dan para tawanan yang ada diserahkan kepada mereka. Rosululloh Saw berkata kepada: "Bersamaku orang yang kalian saksikan. Perkataan yang paling kusukai adalah yang paling jujur, maka pilihlah salah satu dari dua hal: Harta atau tawanan. Sesungguhnya aku sengaja menunda pembagian rampasan karena mengharap keislaman kalian. Nabi Saw telah menunggu mereka selama 10 malam.

Mereka berkata; "Wahai Rosululloh, engkau telah menyuruh kami memilih antara sanak saudara kami dan harta kami. Kami lebih menyukai anak saudara kami!" Lalu Rosululloh menemui kaum muslimin, setelah memanjatkan puji syukur kehadirat Allah, beliau bersabda: "Amma Ba'du, sesungguhnya saudara-saudara kalian telah datang bertaubat dan aku berpendapat untuk mengembalikan tawanan kepada mereka, karena itu barang siapa diantara kalian yang menganggap itu baik, hendaklah berbuat. Barangsiapa yang hendak mempertahankan haknya atas ghonimah yang telah kami berikan, bolehlah ia berbuat."

Kemudian para sahabat menganggap pendapat beliaulah yang paling baik, lalu beliau melanjutkan: "Kami tidak tahu siapa diantara kalian yang rela (budaknya dikembalikan) dan yang tidak rela, karenanya pulanglah dulu, sampai pemimpin kalian menyampaikan persoalan kalian kepada kami." Lalu kaum Muslimin pulang untuk berunding dengan para pemimpinnya masing-masing. Setelah itu mereka memberitahukan kepada beliau bahwa hal itu baik dan mengijinkan budaknya dikembalikan.[15] Akhirnya budak-budak tawanan itu dikembalikan kepada Hawazin.

Rosululloh bertanya kepada utusan-utusan Hawazin, sebagaimana riwayat ibnu Ishaq tentang apa yang diperbuat oleh Malik bin Auf? Mereka menjawab: "Dia berada di Thoif bersama Tsaqif. "Nabi Saw berkata kepada mereka: "Beritahukan kepadanya, jika dia masuk islam, maka aku akan mengembalikan harta dan keluarganya padanya, bahkan akan aku tambah dengan pemberian 100 onta. Lalu ia benar masuk Islam dan membuktikan keislamannya dengan baik.

Salah Paham Kaum Anshar Tentang Pembagian Rosul

Beliau juga memberikan kepada para Muallaf guna mengikat hati mereka kepada Islam. Namun ada sebagian kaum Anshor yang merasa keberatan atas tindakan Rosululloh itu dan menggerutu: "Semoga Allah mengampuni RosulNya, dia memberi orang Quraisy dan membiarkan kita, padahal pedang-pedang kita masih meneteskan darah mereka."[16]

Setelah mendengar berita tersebut, Rosululloh kemudian memerintahkan agar orang-orang Anshor dikumpulkan ditempat khusus yang tidak diketahui kaum yang lain. Setelah mereka berkumpul, Rosululloh menyampaikan khutbah khususnya:

"Hai kaum Anshor, aku telah mendengar perkataan kalian! Bukankah ketika aku datang kalian masih dalam keadaan sesat kemudian Allah memberikan hidayat kepada kalian dengan perantaraan aku ? Bukankan ketika itu kalian masih saling bermusuhan kemudian Allah mempersatukan hati kalian dengan perantaraan aku ? Bukankah ketika itu kalian masih hidup menderita kemudian Allah membuat kalian berkecukupan dengan perantaraan aku ?"

Setiap kali Rosul bertanya, mereka menjawab: "Benar, Allah dan RosulNya lebih pemurah dan utama." Rosululloh bertanya: "Hai kaum Anshor, kenapa kalian tidak menjawab." "Bagimanakah kami harus menjawab ?" sahut mereka.

Nabi Saw melanjutkan: "Demi Allah jika kalian mau, tentu kalian dapat mengatakan yang sebenarnya." "Anda datang kepada kami sebagai orang yang didustakan kemudian kami benarkan, Anda datang sebagai orang yang dihinakan kemudian kami bela. Anda datang sebagai orang yang menderita kemudian kami bela. Anda datang sebagai orang yang menderita kemudian kami santuni."

Mereka menyahut histeris: "Kemuliaan itu bagi Allah dan RosulNya!.

Rosululloh Saw meneruskan: "Hai kaum Anshor, apakah kalian marah karena tidak menerima sejumput sampah keduniaan yang tidak ada artinya ? Dengan 'sampah' itu aku hendak menjinakkan suatu kaum yang baru saja masuk islam sedangkan kalian telah lama merasakan Islam. Hai kaum Anshor, apakah kalian tidak puas melihat orang lain pulang membawa kambing dan onta, sedangkan kalian pulang dengan Rosul Alloh ? Demi Allah apa yang kalian bawa pulang itu lebih baik dari pada apa yang mereka bawa. Demi Allah, yang nyawa Muhammad berada ditanganNya, kalau bukan karena hijroh niscaya aku menjadi salah seorang dari Anshor. Seandainya orang lain berjalan dilereng gunung, aku pasti turut berjalan dilereng gunung dan kaum Anshor juga berjalan dilereng gunung yang lain, aku pasti turut berjalan dilereng gunung yang ditempuh kaum Anshor. Sesungguhnya kalian akan mengahadapi driskriminasi sepeninggalku, maka bersabarlah hingga kalian berjumpa denganku di telaga, Ya Allah limpahkan rohmatMu kepada kaum Anshor, kepada kaum Anshor, kepada cucu kaum Anshor."

Mendengar ucapan Nabi Saw tersebut, kaum Anshor menangis hingga jenggot mereka basah dengan air mata. Mereka kemudian menjawab: "Kami rela mendapatkan Allah dan RosulNya sebagai pembagian dan jatah kami."

FAIDAH-FAIDAH DAN PELAJARAN YANG BISA DIAMBIL :

1. Imam boleh meminjam senjata dari kaum musyrikin untuk memerangi musuh kaum muslimin dan boleh juga meminta bantuan personil kepada mereka.

2. Menetapkan awal yang bijaksana yaitu dengan memilih pendapat yang benar lagi jelas dari orang yang berpengalaman harus lebih didahulukan dari pada keberanian bagaimanapun adanya, sampai kekuatan sekalipun walaupun kekuatan itu lebih besar.

3. Tanda-tanda kebenaran nampak, diantaranya malaikat yang dilihat oleh kaum musyrikin.

4. Masyru'iyah ( pensyariatan ) memakai mata-mata dalam peperangan untuk mengetahui kekuatan musuh, dan apa yang mereka jadikan strategi.

5. Haramnya ujub terhadap diri sendiri, terhadap amalan dan kekuatan kita, sebab serangan kaum muslimin akan menjadi lemah, di awal mereka berhadapan dengan musuhnya.

6. Wajibnya menghindari untuk meminta berkah secara tidak syar'i, karena itu menghantarkan syirik kepada Allah.

7. Menerangkan perbedaan orang yang 'dalam' imannya dengan yang dangkal imannya.

8. Disyare'atkan menghormati saudara sesusuan.

9. Menerangkan kebagusan pendapat Duraid bin As-Shomah dan keberaniannya, sedangkan dia dalam keadaan jahiliyah.[17]

10. Keadilan dalam pembagian biasanya diihat dari segi jumlah harta dan materi. Maka dari itu Rosululloh menunda pembagian harta ghonimah, karena banyak hikmah yang terkandung di dalamnya.

11. Menganggap Rosululloh tidak adil adalah merupakan dosa besar, bahkan bisa sampai kekufuran.

12. Kecintaan Allah dan Rosul-Nya adalah ni'mat yang lebih besar, dari pada hanya sekedar mendapat harta yang melimpah, dan itulah keuntungan yang hakiki.

13. Bolehnya berintrupsi kepada seorang komandan jika pendapatnya tidak masuk akal. Sebagaimana Sa'ad bin Ubadah menegur Rosululloh setelah mendapati bahwa mereka tidak mendapat bagian harta rampasan dan sikap mereka adalah mempersoalkan dan menanyakan alasannya, dan menuduh seperti Dzul Khuwaisiroh yang dengan perbuatannya itu Umar ingin membunuhnya karena menuduh Rosululloh tidak adil.[18]

14. Dakwah pada obyek dakwah darus tetap berlangsung dan tidak mengenal istirahat, apalagi disertai kemampuan yang memadai.

15. Pemimpin yang baik pasti punya prediksi terhadap kemungkiana terburuk yang akan menimpa bawahannya dana sekaligus dia punya antisipasi yang jitu untuk mengatasinya.

16. Persatuan yang mutlaq bagi pasukan walaupun jumlahnya banyak karena tanpanya maka akan mudah dikalahkan oleh musuh.

17. Musuh harus dikejar walaupun rampasan sudah berada ditangan agar mereka tidak akan kembali mengadakan serangan dan betul-betul dalam keadaan kalah.

18. Tujuan perang dalam islam adalah bukan mencari harta rampasan.

19. Orang yang baru masuk islam dan masih lemah imannya perlu diberi cara khusus dan hal yang masih menjadi kesenangan mereka agar mereka hatinya betul-betul luluh.

20. Pembagian harta yang dialkukan rosul adalah cara paling baik jika ditiru oleh para dai islam karena rasul betul-betul tahu keadaan para pengikutnya.

21. Kesenangan dunia dimata rasul adalah sangat remeh dan paham itu beliau ajarkan dan diterapkan langsung pada sahabatnya.

22. Imbalan dari suatu usaha tidah harus berupa harta walaupun melimpah.

23. Rasulullah menangguhkan pembagian harta rampasan karena tahu dan prediksi yang jitu akan kemungkinan hal yang terjadi pasca perang.

24. Rasul dalam setiap tindakannya pasti punya alasan dan maksud yang kadang beliau ungkapkan secara langsung atau secara menyusul kemudian melihat reaksi dari pangikutnya.

25. Rasul memberi kesempatan pada musuh jika masih mau tunduk dan masuk islam kan diterima tanpa ada perbedaan dan walau mereka dalam keadaaan yang sudah kalah.

REFERENSI :

  1. Syaikh Munir Muhammad Ghadban, Manhaj Haroki dalam Sairoh Nabawi, edisi terjemah, cet II, Th 1996, Pustaka Mantiq, Solo.
  2. Dr. Muh. Said Romadhon Al Buthi, Siroh Nabawiyah, edisi terjemah, cet ke I, Th 1999 M, Robbani Press, Jakarta.
  3. Sofiyur Rohman Al Mubaarokafuri, Rohiqul Makhtum, edisi terjemah, cet X, Th 2001, Pustaka Al-Kautsar, Jakarta.
  4. Abu Bakar Al Jazairi, Hadzal Habib Muhammadur Rosululloh ya Muhib, cet tanpa tahun, Maktabah At-Tauqifiyah, Khairo.
  5. Sirah Nabawiyah Ibnu Hisyam, Cet Tanpa Tahun, Muassasah Ulumul Quran, Beirut.

Wallahu A'lam Bi As-Shawab


[1] Rahiqul Makhtum (term), hal 545-546

[2] Sirah Ibnu Hisyam, juz II, Hal 633.

[3] Rahiqul Makhtum (term), hal 545-546

[4] Ibid, juz IV, hal 440.

[5] Rahiqul Makhtum (term), hal 545-547.

[6] Sirah Ibnu Hisyam, juz IV, Hal 440.

[7] Manhaj Haroki dalam Siroh Nabawi, Juz: 3 hal: 190.

[8] Siroh Nabawiyah, Dr. Muh. Said Romadhon Al Buthi, hal: 377

[9] Ibid.

[10] Sirah Ibnu Hisyam, juz IV, Hal 445.

[11] Rohiqul Makhtum, Sofiyur Rohman Al Mubaarokafuri, hal 396-397

[12] Sirah Ibnu Hisyam, juz IV, Hal 443.

[13] At Taubah: 25-26

[14] Manhaj Haroqi, Syaikh Munir Muhammad Ghodban, hal : 192.

[15] HR. Bukhori, Thobroni, Baihaqi, daan Ibnu Sayyidin Nas meriwayatkan dari jalan Ibnu Ishaq dengan tambahan.

[16] HR. Bukhori dan Muslim.

[17] Hadzal Habib Muhammadur Rosululloh ya Muhib, Abu Bakar Al Jazairi, hal 356.

[18] Manhaj Haroki, Syaikh Munir Muhammad Ghodban, 204-206, terjm

Tidak ada komentar: