Jumat, 09 Januari 2009

DIBALIK PENCIPTAAN BINTANG

DIBALIK PENCIPTAAN BINTANG Imam Bukhari dalam shahihnya mengatakan: Imam Qatadah t berkata: Allah kmenciptakan bintang-bintang untuk 3 tujuan; sebagai perhiasan langit, pelempar syaithan, dan sebagai petunjuk, maka barang siapa yang mena'wilkannya selain 3 hal diatas maka ia telah salah, menghilangkan kebahagiaannya dan membebani diri dengan ilmu yang tidak diketahuinya. [1]

Syaikh Islam Ibnu Taimiyah t mengatakan: tanjim yaitu mengambil petunjuk dengan keadaan falak atas peristiwa yang terjadi diatas bumi.

HIKMAH DICIPTAKANNYA BINTANG

  1. perhiasan untuk langit

ولقد زينا السماء الدنيا بمصابيح وجعلناها رجوما للشياطين، وأعتدنا لهم عذاب السعير

Artinya: "Sesungguhnya kami Telah menghiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang, dan kami jadikan bintang-bintang itu alat-alat pelempar syaitan, dan kami sediakan bagi mereka siksa neraka yang menyala-nyala. (QS Al Mulk: 5)

Karena manusia jika melihat langit yang terang (bersih) di malam hari tanpa ada bulan yang menerangi dan tak ada lampu yang menyinari, maka ia akan melihat bintang dengan keindahan yang begitu besar yang tidak ketahui kecuali oleh Allah Ta'ala, seakan-akan ia berada ditengah hutan yang dihiasi dengan macam-macam logam perak yang mengkilap, ini adalah bintang besar yang bersinar kemerahan, yang ini berwarna kebiruan, dan ini adalah sesuatu yang dapat disaksikan.

Kemudian ada pertanyaan; pada dlahir ayat diatas disebutkan bahwa bintang itu rapat atau melekat dengan langit, apakah itu benar? Jawabannya: tidak benar jika bintang itu melekat atau rapat dengan langit, karena Allah Ta'ala berfirman:

وهو الذى خلق الليل والنهار والشمس والقمر كلُّ فى فلك يسبحون

Artinya: "Dan Dialah yang telah menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan. masing-masing dari keduanya itu beredar di dalam garis edarnya. (QS Al Anbiya': 33)

يسبحون yaitu: beredar di dalam garis edarnya.

Kemudian jika dikatakan: "Kami telah hiasi langit dunia" bukankah ini menunjukkan kerekatan pada langit? Kita katakan: menghiasi sesuatu atas sesuatu yang lain tidaklah harus merekat atau menempel, apakah engkau tidak melihat seorang yang menghias istana dengan lampu-lampu yang besar dan indah, tapi tidak menempel pada dindingnya, maka orang yang melihatnya dari kejauhan, ia melihatnya sebagai hiasan, walaupun pada dasarnya tidak menempel.[2]

الدنيا dari أدنى (muannast) yaitu langit diatas bumi, maksudnya sisa daripada langit-langit yang ada, tidak ada didalamnya lampu-lampu seperti bintang-bintang.[3]

  1. pelempar syaithan

yaitu syaithan dari kalangan jin yang mencuri kabar dari langit bukan manusia, karena syaithan manusia tak dapat mencapainya, tapi syaithan jin dapat mencapainya. Allah Ta'ala berfirman akan kemampuan jin;

(QS Shad: 37-38) (QS An Naml: 39) (QS Al Jin: 9) [4]

Meskipun demikian syaithan tak dapat mencapai langit-langit yang lain, karena langit-langit itu terjaga, sebagaimana dalam hadist tentang isra' Rasulullah n:

لها أبواب تطرق ولا يدخل منها إلا بإذن

"padanya terdapat pintu-pintu, tidak dapat masuk kedalamnya kecuali dengan ijinNya"

Dan sebagaimana firmanNya dalam surat Al A'raaf: 40

Artinya: "Sesungguhnya orang-orang yang mendustakan ayat-ayat kami dan menyombongkan diri terhadapnya, sekali-kali tidak akan dibukakan bagi mereka pintu-pintu langit[1] dan tidak (pula) mereka masuk surga, hingga unta masuk ke lubang jarum[2]. Demikianlah kami memberi pembalasan kepada orang-orang yang berbuat kejahatan.

[1] artinya: doa dan amal mereka tidak diterima oleh Allah.

[2] artinya: mereka tidak mungkin masuk surga sebagaimana tidak mungkin masuknya unta ke lubang jarum.

Dengan demikian maka tetap bahwa bintang itu khusus dilangit dunia, dan syaithan itu tidak ada kecuali di langit dunia. Dan Allah telah menunjukkan dalam firmanNya yang lain:

إنا زينا السماء الدنيا بزينة الكواكب. وحفظا من كل شيطان ماردٍ

Artinya: "Sesungguhnya kami Telah menghias langit yang terdekat dengan hiasan, yaitu bintang-bintang, Dan Telah memeliharanya (sebenar-benarnya) dari setiap syaitan yang sangat durhaka. (QS As Shaffat: 6-7)

وجعلناها رجوما للشياطين (dan Kami jadikan bintang itu alat-alat pelempar syaithan)

Yaitu meteor atau bintang dari api. (QS An Naml: 7)

Artinya: "(Ingatlah) ketika Musa Berkata kepada keluarganya: "Sesungguhnya Aku melihat api. Aku kelak akan membawa kepadamu khabar daripadanya, atau Aku membawa kepadamu suluh api supaya kamu dapat berdiang". (QS An Naml: 7)

Syahab itu adalah api. Dan syahab itu dilemparkan kepada syaithan tatkala mencuri pendengaran dari langit. (QS Al Jin: 9) (QS As Shaffat: 10)

Kemudian muncul suatu pertanyaan, jika jin itu diciptakan dari api, maka bagaimana jin itu bisa terbakar dengan api? (QS Ar Rahman: 15)

Jawab:

Imam Fakhrur Razy berkata: api itu sebagian lebih kuat dari sebagian yang lain, maka yang kuat menang daripada yang lemah, sebagaimana dalam ayat yang lain:

وأعتدنا لهم عذاب السعير

السعبر (api yang sangat panas) kemudian telah ma'lum bahwa api itu bertingkat-tingkat, sebagian lebih kuat dari sebagian yang lain, dan ini adalah perkara yang dapat diindera, sungguh sebagian alat yang terbuat dari besi dapat dilunakkan dengan alat yang terbuat dari besi juga, besi yang lebih kuat dapat memecahkannya.[5]

  1. sebagai petunjuk

sebagaimana firman Allah Ta'ala dalam surat An Nahl ayat: 15-16

وألقى فى الألرض رواسي أن تميد بكم وأنهارا وسبلا لعلكم تهتدون. وعلامات وبالنجم هم يهتدون

Artinya: "Dan dia menancapkan gunung-gunung di bumi supaya bumi itu tidak goncang bersama kamu, (dan dia menciptakan) sungai-sungai dan jalan-jalan agar kamu mendapat petunjuk, Dan (Dia ciptakan) tanda-tanda (penunjuk jalan). dan dengan bintang-bintang Itulah mereka mendapat petunjuk. (QS An Nahl: 15-16)

Hikmah yang ke-tiga ini sekaligus menjadi bantahan kepada penyembah bintang, karena bintang hanya diciptakan sebagai petunjuk di kegelapan darat dan laut.[6]

وهو الذى جعل لكم النجوم لتهتدوا بها فى ظلمات البر والبحر قد فصلنا الأيات لقوم يعلمون

Artinya: "Dan Dialah yang menjadikan bintang-bintang bagimu, agar kamu menjadikannya petunjuk dalam kegelapan di darat dan di laut. Sesungguhnya Kami telah menjelaskan tanda-tanda kebesaran (kami) kepada orang-orang yang Mengetahui. (QS Al An'am: 97)

Tatkala kalian tersesat dan bingung dalam perjalanan, maka Allah kmenjadikan bintang sebagai petunjuk jalan, mereka membutuhkan adanya petunjuk untuk maslahat perdagangan dan perjalanan. Diantara bintang itu ada yang tetap dapat dilihat, dan tidak bergeser pada tempatnya, ada pula yang terus beredar, orang yang ahli dalam bidang itu akan tahu peredarannya, dan tahu arah dan waktu. Kemudian ayat diatas dan semisalnya menunjukkan atas masyru'iyah mempelajari ilmu perbintangan dan peredarannya yang dinamakan dengan Ilmu Tasyir.

قد فصلنا الأيات maksudnya kami telah menerangkan dan menjelaskannya, dan kami bedakan setiap jenis dan macamnya dari yang lain, dengan tanda-tanda kebesaran Allah kyang tampak dan jelas.

لقوم يعلمون maksudnya untuk ahli ilmu, karena merekalah khithab yang dituju pada ayat ini, dan dimintai dari mereka jawaban. Berbeda dengan orang bodoh yang menentang ayat-ayat Allah kdan dari ilmu yang telah disampaikan oleh para rasul u,maka sesungguhnya keterangan tidak bermanfaaat bagi mereka, rincian tidak menghilangkan keraguan mereka, dan penjelasan tidak dapat mengungkap (menyelesaikan) masalah mereka.[7]

Dlahir ayat diatas menunjukkan bahwa hikmah diciptakannya bintang adalah sebagai petunjuk saja, tapi disana ada ayat-ayat lain yang menunjukkan akan hiknah diciptakannya bintang. (QS An Nahl: 16) (QS Al Mulk: 5) (QS As shaffat: 6-10) (QS Fusshilat: 12)

Kemudian Allah kmenyebutkan 2 macam tanda atau alamat yang dapat dijadikan sebagai petunjuk yaitu;

a) أرضية yaitu mencakup seluruh apa yang diciptakan Allah kdiatas bumi, seperti gunung, sungai, jalan, lembah dan sebagainya.

b) أفقية seperti dalam firmanNya (QS An Nahl: 16)

النجم adalah isim jenis yang tidak dikhususkan untuk bintang tertentu, karena setiap kaum memiliki cara tersendiri mengambil petunjuk dari bintang ini, untuk mengetahui arah kiblat, daratan, atau lautan. Yang demikian ini termasuk dari ni'mat Allah kyang telah menundukkan bintang, menjadikannya diatas yang tinggi, hingga setiap orang dapat melihatnya, karena di malam hari kamu tak dapat melihat gunung atau lembah.[8]

"Dan Dia telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir". (QS Al Jatsiyah: 13)

ILMU BINTANG YANG DILARANG

ولا تقف ما ليس لك به علم، إن السمع والبصر والفؤاد كل أولئك كان عنه مسؤولا (الإسراء: 36)

Artinya: "Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggung jawabannya.

ولا تقف ما ليس لك به علم

Berkata Al Kilaby t: "jangan kamu katakan apa yang tidak kamu ketahui"

Imam Qatadah t berkata: "jangan kamu katakan: saya telah mendengar padahal kamu tidak mendengar, saya melihat padahal kamu tidak melihat, saya tahu padahal kamu tidak tahu, maksudnya jangan kamu katakan sesuatu apa yang tidak kamu ketahui".

إن السمع والبصر والفؤاد كل أولئك كان عنه مسؤولا

Al Waliby t berkata –dari Ibnu Abbas z- "Allah akan menanyakan pada hambaNya untuk apa mereka menggunakannya (pendengaran, penglihatan dan hati)

عالم الغيب فلا يظهر على غيبه أحدا إلا من ارتضى من رسول ..... (الجن: 26-27)

Artinya: "(Dia adalah Tuhan) yang mengetahui yang ghaib, Maka dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang ghaib itu. Kecuali kepada Rasul yang diridhai-Nya, Maka Sesungguhnya dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan di belakangnya.

Imam Ibnu Jauzy t berkata: "yang mengetahui hal ghaib adalah Allah Ta'ala semata, tidak ada sekutu bagiNya dalam kerajaanNya, maka Dia tidak akan memberitahukan hal yang ghaib kepada seorangpun kecuali atas siapa yang diridhoiNya dari utusanNya, dengan sesuatu yang dikehendakiNya. Ayat ini adalah dalil atas siapa yang menyangka bahwa bintang itu dapat menunjukkan hal yang ghaib maka ia telah kafir.[9]

Imam Khattaby t mengatakan: "ilmu bintang yang dilarang adalah apa yang diyakini oleh ahli bintang dari ilmu falak dan kejadian yang akan terjadi dimasa yang akan datang, seperti waktu bertiupnya angin, turunnya hujan, perubahan harga dan sejenisnya dari hal-hal yang mereka sangka bahwa kejadian itu dapat diketahui dengan peredaran bintang di orbitnya, berkumpul dan berpisahnya, menyangka bahwa bintang itu dapat mempunyai pengaruh (menentukan) apa yang akan terjadi".[10]

Ilmu bintang dibagi menjadi 2 bagian: 1. Ilmu Ta'tsir 2. Ilmu Tasyir

  1. Ilmu Ta'tsir dibagi menjadi 3 macam
  1. Meyakini bahwa bintang itulah yang menciptakan peristiwa dan kejahatan, ini termasuk syirik besar, karena barang siapa yang menyangka bahwa ada pencipta lain bersama Allah kmaka ia musyrik dan berbuat syirik besar, karena dia menjadikan makhluk yang ditundukkan menjadi pencipta yang menundukkan.
  2. Menjadikannya sebagai sebab dengan mengambil dalil pergerakannya, perpindahan dan perubahannya bahwa akan terjadi hal ini dan itu. Seperti mengatakan: orang ini hidupnya akan sengsara karena ia dilahirkan pada bintang ini, orang ini akan bahagia karena dilahirkan pada bintang ini, maka yang demikian ini, yaitu mempelajari bintang sebagai wasilah untuk mengaku-ngaku tahu akan ilmu ghaib, dan mendakwakan mengetahui akan ilmu ghaib adalah kufur keluar dari millah, serta mendustakan alquran (QS An Naml: 65)
  3. Meyakini bintang itu adalah sebab datangnya kebaikan dan keburukan, maksudnya jika terjadi sesuatu ia selalu sandarkan kepada bintang, serta tidak menyandarkan kepadanya kecuali setelah kejadian, ini adalah syirik kecil.

  1. Ilmu Tasyir dibagi menjadi 2 macam:
  1. mengambil petunjuk dengan peredarannya untuk maslahat diniyah, dan inilah yang diminta, seperti menentukan arah kiblat dengan mengambil petunjuk bintang, maka disini terdapat faedah yang besar.
  2. Mengambil petunjuk dari peredaran bintang dalam maslahat duniawi, maka ini tidak apa-apa. Ada 2 macam bagian:

- mengambil petunjuk untuk menentukan arah, seperti mengetahui kutub bumi itu di utara, yang demikian ini diperbolehkan. (QS An Nahl: 16)

- mengambil petunjuk dari bintang untuk mengetahui perpindahan atau pergantian musim, yaitu diketahui dengan peredaran bulan, yang demikian ini dibenci oleh sebagian salaf, dan sebagian lagi memperbolehkannya. Adapun yang membencinya, mereka khawatir jika dikatakan: "jika bintang ini muncul, maka musim hujan atau kemarau telah datang, atau sebagian lagi meyakini bahwa bintang itulah yang menimbulkan rasa dingin, panas, atau bertiupnya angin'. Dan yang shahih adalah tidak dibenci, sebagaimana yang akan datang insya Allah Ta'ala.

Diantara mereka yang membenci mempelajari tentang peredaran bulan adalah Imam Qatadah t, begitu juga Sufyan bin Uyainah t, tetapi Imam Ahmad dan Ishaq bin Rahawaih رحمهما الله تعالى memperbolehkannya.

Dan yang shahih adalah tidak apa-apa mempelajari tempat perputaran bulan, kecuali jika mempelajarinya untuk menyandarkan padanya turunnya hujan, datangnya musim dingin, dan meyakini bahwa bintang itulah yang menyebabkan itu semua, maka ini termasuk dari macam syirik. Adapun jika sekedar mengetahui waktu, apakah musim semi, kemarau, atau hujan, maka ini tidak apa-apa.[11]

Mengambil petunjuk dari bintang untuk mengetahui arah dalam safar di darat atau laut, maka ini diperbolehkan mempelajarinya, dan termasuk dari ni'mat Allah Ta'ala. (QS Al An'am: 97)

Ibnu Rajab t mengatakan: "yang dimaksud mempelajarinya adalah ilmu tasyir bukan ta'tsir, karena sesungguhnya ilmu ta'tsir itu batil, haram sedikit atau banyak, adapun ilmu tasyir, jika dibutuhkan mempelajarinya untuk mngetahui arah kiblat, jalan, maka diperbolehkan menurut jumhur, begitu juga mempelajari tempat berputarnya matahari dan bulan untuk mengetahui arah kiblat, dan waktu-waktu shalat serta pergantian musim.[12]

REFERENSI

1. Fathul Majid, syarh kitab at tauhid, Syaikh Abdurrahman bin Hasan Alu Syaikh, Daar al Fikr

2. Al Qaul Mufid 'ala kitab at tauhid, Syaikh Muhammad bin Sholeh al Utsaimin, Maktabah al Ilmu

3. Adhwaul Bayan, Fie Idhohi al quran bi alquran, Syaikh Muhammad Amin bin Muhammad Mukhtar, dikenal dengan Imam Syanqithi, juz: 2, Dar al Kutub Ilmiyah

4. Qathf al Azhar fi Kasyfi al Asrar, Imam Jalaluddin as Suyuthi, wafat: 911 H, ditahqiq oleh Ahmad bin Muhammad al Hamady, Daulat Qathr

5. Taisir al Karim ar Rahman fi Tafsir Kalam al Manan, Imam Abdurrahman Nashir as Sa'dy 1307-1376 H, juz: 2, Markaz al Fajr

6. Al Irsyad ila Shohih al I'tiqad wa ar raddu 'ala ahli as syirki wa al ilhad, Doktor Shaleh bin Fauzan Abdullah Fauzan, Daar Ibnu jauzy

7. Ithaf al Kabair bi at tahdzib Kitab al Kabair, Imam al Hafidz Syamsuddin adz Dzahaby wafat: 748 H, Daar al Fath


[1] Fathul Majid, syarh kitab at tauhid, Syaikh Abdurrahman bin Hasan Alu Syaikh, hal: 381, Daar al Fikr

[2] Al Qaul Mufid 'ala kitab at tauhid, Syaikh Muhammad Sholeh al Utsaimin, hal: 362, Maktabah al Ilmu

[3] Adhwaul Bayan, Fie Idhohi al quran bi alquran, Syaikh Muhammad Amin bin Muhammad Mukhtar, dikenal dengan Imam Syanqithi, juz:2 hal: 243, Dar al Kutub Ilmiyah

[4] Al Qaul Mufid: 362

[5]Adhwaul Bayan, hal: 243

[6] Qathf al Azhar fi Kasyfi al Asrar, Imam Jalaluddin as Suyuthi, wafat: 911 H, ditahqiq oleh Ahmad bin Muhammad al Hamady, hal: 914, Daulat Qathr

[7] Taisir al Karim ar Rahman fi Tafsir Kalam al Manan, Imam Abdurrahman Nashir as Sa'dy 1307-1376 H, hal: 266, juz: 2, Markaz al Fajr

[8] Al Qaul Mufid, hal: 363

[9] Ithaf al Kabair bi at tahdzib Kitab al Kabair, Imam al Hafidz Syamsuddin adz Dzahaby, hal: 199, Daar al Fath

[10] Al Irsyad ila Shohih al I'tiqad wa ar raddu 'ala ahli as syirki wa al ilhad, Doktor Shaleh bin Fauzan Abdullah Fauzan, hal: 107, Daar Ibnu jauzy

[11] Al Qaul Mufid, hal: 364

[12] Al Irsyad ila shohih al I'tiqad, hal: 108

Tidak ada komentar: